P E R N I K C A N T I K


Ragam Nampan
SERBA -INDAH


Kehadiran nampan sering luput dari perhatian. Toh, fungsinya cuma
pengantar gelas atau sekadar makanan kecil. Jadi, kenapa harus cantik
dan indah? Kita lupa penampilan pertama haruslah mendatangkan kesan.
Karena itulah nampan harus indah supaya makanan yang kita sajikan pun
tampak menggiurkan.

Nampan sebaiknya dipilih dari bahan yang kuat, tak mudah pecah, namun
tetap kelihatan menarik. Selain dipergunakan untuk menyuguhkan minuman
atau makanan untuk tamu, nampan bisa dijadikan alas antaran untuk
kerabat. Fungsi lainnya? Ya, sebagai wadah buah atau tempat makanan.
Nah, ragam nampan yang indah-indah ini bisa Anda pilih salah satu.

Nampan Koleksi Galeri Keris Menteng Lantai 4 & Sedap Sekejap-
sdp@Rika, foto-foto: Rynol

Berkunjung Ke Pembuat Sosis Badranaya

Bertahan 82 Tahun
Walau Sering Dapat Hantaman

Jakarta betul-betul menawarkan aneka hidangan. Tak ketinggalan juga es
krimnya. Dari es krim dengan resep Belanda, Italia, sampai resep luar
yang sudah dimodifikasi agar sesuai dengan selera Indonesia. Bentuknya
pun makin variatif, begitu juga jenisnya. Nah, mari kita kunjungi
kedai demi kedai.

Puluhan tahun yang lalu kala Orang Indonesia masih sulit mendapatkan
makanan yang namanya sosis, sebetulnya sudah ada perusahaan sosis
lokal yang berlokasi di Bandung. Padahal saat itu sosis yang umumnya
beredar adalah produk impor dalam kemasan kaleng. Toh, munculnya
perusahaan sosis itu bisa diterima masyarakat terutama masyarakat
Belanda di Indonesia. Buktinya usianya bisa bertahan panjang bahkan
sampai sekarang.

Soal usia memang luar biasa. Perusahaan sosis yang kini dikenal dengan
nama Badranaya ini sudah berusia 82 tahun! Mungkin ia termasuk satu
dari sedikit perusahaan makanan yang berumur begitu panjang. Tentu
melewati usia panjang seperti ini tidak mudah. Hantaman demi hantaman
harus dihadapi Badranaya. Terutama tentu serangan kompetitor yang
datang dengan alat yang lebih canggih, promosi menggebu, dan jenis
sosis yang jauh lebih variatif.

Perusahaan sosis Badranaya didirikan tahun 1918 oleh tukang daging
bangsa Belanda. Saat itu tentu namanya bukan Badranaya. Tujuannya tak
lain untuk memanfaatkan daging sisa yang tidak terjual. Mungkin karena
saat itu susah mendapatkan makanan ini, sosis buatan Lambert Schroeder
langsung diterima kehadirannya. Tetapi tahun 1947 Lambert terpaksa
menyerahkan usahanya kepada Pemda Bandung sesuai dengan aturan
pemerintah kita yang menasionalisasikan perusahaan asing.

Dipegang oleh pemda beberapa tahun, akhirnya Pemda memberi keleluasaan
pada P.T. Tirta Ratna untuk memilikinya. Sejak itu perjalanan
Badranaya tidak mulus, lo. Apalagi setelah krisis moneter. "Wah, kami
betul-betul terhantam. Soalnya sebagian besar bahan dan bumbu masih
impor," kata Ir. Sugeng, salah seorang pemilik perusahaan ini.

Namun melalui perjuangan keras, toh, sejak 1999, Badranaya kembali
menggeliat. Bahkan sejak 11 Mei 2000 sudah menjadi P.T. sendiri dengan
nama P.T. Badranaya Putra, lepas dari holding company-nya, P.T. Tirta
Ratna.

KEMBALI KE BAHAN LOKAL

Sejalan dengan itu, Badranaya mulai melancarkan strategi lain. Salah
satunya dengan menciptakan "pandatang baru" yakni lidah asap. Ternyata
sang "pendatang baru" banyak pula penggemarnya. Bahkan kini jadi
selling point, mengalahkan produk Badranaya sebelumnya yakni sosis
ayam dan sosis sapi.

Produk lain yang menjadi ciri khas Badranaya adalah sosis telur.
"Sebenarnya itu produk yang gampang, tak terlalu rumit pembuatannya.
Karena hanya berupa adonan telur kuning atau telur putih saja yang
dimasukkan dalam selongsong sosis buatan Australia. Pembelinya
kebanyakkan katering-katering. Biasanya dipakai untuk pelengkap sup,"
ujar pengusaha yang memiliki pasokan khusus untuk bahan-bahan sosisnya
ini.

Selain sosis telur masih ada satu lagi produk unggulan, yaitu, sosis
ayam/ sapi kulit usus kambing. Sosis ayam atau sapi yang lainnya
diselongsongi plastik. "Rasanya lebih gurih, lo. Penggemarnya
kebanyakkan orang-orang yang sudah sepuh," ujarnya setengah
berpromosi.

Salah satu kiat yang membuat Badranaya mampu bertahan di zaman krismon
adalah menerapkan kembali bahan-bahan lokal. Beberapa bumbu-bumbu
impor tidak dipergunakan lagi. "Justru dengan adanya bumbu lokal,
malah makin diterima oleh pembeli. Maklum, masih lidah daerah.
Terlihat ada peningkatan konsumen setelah kami kembali ke
rempah-rempah negeri sendiri. Daging pun kita kembali ke lokal," papar
Sugeng.

DISUNTIK BUMBU

Meski bahan baku berasal dari produk lokal, toh, kualitas tetap
diperhatikan betul. Di situlah, menurut Sugeng nilai tambahnya. "Kami
tidak menggunakan flavour buatan, baik untuk sosis maupun untuk
lidah," janji Sugeng.

Untuk lidah, katanya, bau asapnya betul-betul karena lidah memang
diasapi dalam jangka waktu tertentu. Bumbunya pun terasa sampai ke
dalam lidah. "Itu karena sebelum diproses, lidah disuntikkan bumbu
lebih dahulu. Hingga bumbu betul-betul sampai di dalam. Salah satu
bumbunya adalah sari daun salam. Setelah diberi bumbu, lidah tersebut
direndam dalam air garam selama 21 hari. Makanya, untuk beli lidah
sapi dalam jumlah besar harus memesan jauh-jauh hari," terang Sugeng
yang membawahi 28 karyawan ini.

Untuk pembuatan sosis yang diproduksi tiap hari ini, kurang lebih
menghabiskan bahan baku daging sebanyak 80 kilogram daging tidak
berlemak. "Soal lemak memang kami hati-hati, harus di bawah 30 persen.
Kalau kebanyakan akan membuat sosis jadi lembek," jelasnya.

Agar mendapat daging yang dikehendaki Sugeng punya pemasok khusus yang
memelihara sapi tertentu untuk digemukkan di daerah Garut, Jawa Barat.
Daging ini kemudian digiling dan diberi bumbu-bumbu lalu dimasukkan
dalam selongsong plastik. Pengikatan dilakukan dengan mesin, tetapi,
"Saat ini terpaksa kita kerjakan dengan tangan. Mesinnya sedang rusak,
dan karena buatan Jerman, kami harus menunggu datangnya teknisi dari
sana," kata Sugeng.

Dari 80 kilogram daging tadi bisa menghasilkan 100 kilogram sosis.
Jumlah ini ternyata tidak selalu cukup. Kadang mereka juga harus
kelabakan mencari bahan baku karena kedatangan banyak pesanan.

"Pesanan memang selalu datang. Kalau beberapa tahun kami agak jatuh,
bukan karena tidak bisa bersaiang dari soal rasa, lo. Tetapi ada salah
satu pembuat sosis yang banting harga habis-habisan. Itu terjadi di
tahun 1998. Mereka bisa membuat harga yang murah sekali. Wah, terus
terang saja kita keteteran," papar Sugeng.

Di tahun 90-an, imbuh Sugeng, memang sempat terjadi bom sosis. Semua
orang membuat sosis, sampai ke penjual daging di pasar juga
ikut-ikutan membuat sosis. "Sebab saat itu bahan-bahan impor harganya
masih murah sekali. Tapi semuanya tidak berlangsung lama. Menurut saya
hanya pabrik yang memiliki nama dan modal kuat saja yang bisa
bertahan."

Namun, sekarang, perusahaan yang dulu banting harga itu juga tidak
bisa menjual sosis dengan harga semurah itu. Kini para pelanggan yang
dulu meninggalkan Badranaya untuk beralih ke produk lain, sudah
kembali lagi. "Soalnya selama ini, kita hanya satu kali melakukan
penyesuaian harga. Kalau sekarang dolar naik, kita tidak kelabakan
lagi. Karena harganya sudah dipatok dengan rate dolar yang sudah kita
tentukan pada saat menaikkan harga. Asal jangan sampai Rp. 15.000
lagi. Kalau rupiah seturun itu, ya, Saya angkat tangan, deh," ujar
bapak 2 putra ini sambil terkekeh.

Saat ini sebagian besar Sosis Badranaya dipasarkan di kota Bandung
saja. Selain melayani pembeli sosis dan daging di bagian belakang
supermarket Hero di Jl. Aceh, Badranaya juga melayani pembelian layan
antar. "Minimal pembelian di atas 2 kg. Tapi untuk pelanggan-pelanggan
khusus, biasanya katering, biarpun hanya beli 1 kg, kalau minta
diantarkan, kami siap mengantar," terangnya kembali.

Untuk sosis sapi, per kilogram dijual Rp. 28 ribu dan Rp. 26 ribu
untuk sosis sapi usus kambing. Sosis ayamnya dijual Rp 28 - Rp.30 ribu
per kilogram. Sedangkan lidah asap harganya Rp. 47.500 tiap
kilogramnya. Masih ada lagi produk yang ditawarkan Badranaya yakni
daging burger yang dijual dengan harga Rp 28 ribu per
kilogramnya.sdp@Rika Eridani, foto-foto: Rynol Sarmond

Frieda Ismartono

Mengajar Gumpaste Sampai Di Luar Negeri

Sehari-hari ia berhadapan dengan puluhan murid di kursus masaknya,
Dian. Banyak masakan atau kue yang sudah ia ajarkan pada para murid.
Tetapi Ny. Frieda Ismartono (53) paling senang mengajar menghias kue.
"Saya suka ketrampilan yang berhubungan dengan art." katanya. Alasan
itu pula yang kemudian membuatnya meninggalkan pekerjaannya di
perusahaan obat beberapa puluh tahun yang lalu. Keterampilan menghias
kue ini pun diakui para pakar kue di luar negeri hingga tiap tahun ia
diundang ke Amerika untuk mengajar membuat gumpaste, salah satu jenis
hiasan kue.


Anda sarjana di bidang farmasi, kok, tiba-tiba beralih menjadi guru masak?

Aneh memang. Dibilang tidak suka, ya, kok, saya dulu bisa bertahan di
Kimia Farma sampai 7 tahun. Pekerjaannya, sih, saya suka soalnya
sebagai ahli farmasi, pekerjaan saya, kan ada proses campur-mencampur,
seperti memasak atau membuat kue. Tetapi lama-lama saya jenuh juga
soalnya tidak bergaul dengan orang banyak. Satu-satunya yang saya
hadapi, ya, cuma botol-botol. Karena itu saya memutuskan beralih ke
bidang masak.

Kok, bidang masak yang Anda pilih?

Karena menurut saya masak ada keterampilan artnya. Lagi pula sejak
dulu saya memang sudah senang masak, terutama hias-menghias.
Keterampilan menghias makanan sudah saya kuasai sejak umur 10 tahun,
lo. Dulu nenek saya sangat hobi bikin pastel tutup. Setiap ada yang
ulang tahun ia selalu membuat pastel tutup. Nah, sayalah yang kebagian
tugas membuat hiasannya. Di atas pastel itu saya bikinkan bunga atau
burung.

Selain berbekal keterampilan, apakah Anda belajar memasak, bikin kue
atau menghias kue secara formal?

Iya, dong. Saya belajar di mana-mana. Mulai dari Hongkong, Bangkok,
Filipina, Australia, sampai ke Amerika. Saya mengambil paket-paket
yang cukup panjang di negeri orang. Untuk menghias kue, misalnya, saya
belajar di Iduna, Surabaya. Ini kursus menghias kue yang paling
terkenal di Surabaya. Untuk memperdalamnya saya belajar lagi bikin
gumpaste (hiasan kue yang dibuat dari gula, glatine, air, dan tapioka
yang kemudian dibuat bermacam-macam bentuk lalu dikeringkan) di
Wilton, Amerika tahun 1977, juga di Australia dan Philipina tahun
1981.

Dan sekarang ilmu itu Anda bagikan dalam kursus Anda?

Betul. Sehari saya mengajar dua kali. Pagi untuk masakan atau kue,
sore untuk menghias kue.

Banyakkah murid Ibu?

Jumlah murid memang selalu saya batasi hingga 20 orang. Tiap hari
murid yang datang antara 15 - 20 orang.

Berapa mereka harus membayar?

Tarif kursus amat bergantung pada faktor kesulitan masakan atau kue
yang diajarkan. Tapi tarif saya sama sekali tidak mahal, kok. Ya,
sekitar Rp.50 - 60 ribu. Untuk menghias kue saya sudah menciptakan 300
murid, lo. Tujuh puluh lima persen di ataranya sudah berhasil
mengikuti ujian negara. Begini-begini tempat kursus saya sudah 11 kali
menyelenggarakan ujian negara untuk kategori menghias kue. Cuma saja
beberapa tahun terakhir ini saya lebih konsenterasi mengajar di
Amerika hingga belum sempat membuka ujian negara lagi. Soalnya untuk
ujian seperti ini persiapannya panjang, bisa setahun dimuka, lo.

Oh ya, ini yang sejak tadi ingin saya tanyakan. Anda mengajar menghias
kue di Amerika. Padahal Anda, kan, belajar juga di sana. Rupanya murid
sudah jadi lebih pandai dari gurunya, ya?

Ha...ha...ha... Bukan begitu sebetulnya. Di sana saya mengajar membuat
gumpaste dan palette painting. Kebetulan saja saya bisa menemukan
teknik membuat gumpaste yang lebih praktis secara teknik pembuatan.
Gumpaste buatan mereka cenderung simpel, tetapi pengerjaannya lama.
Nah, saya menciptakan teknik yang cepat, tetapi hasilnya bisa
bermacam-macam. Dan gumpaste kita juga punya
keistimewaan, yaitu tahan terhadap kelembapan. Maklumlah kita tinggal
di negara tropis yang lembap.

Jadi tahan lama, dong?

Iya, sejak dibuat bisa bertahan sampai 2 tahun, lo. Dan hasilnya juga
bisa dimakan.

Tapi bagaimana ceritanya Anda diminta mengajar di sana?

Ini ada hubungannya dengan ICES (International Cake Exploration
Society), yakni perkumpulan para pakar yang tertarik pada art cake.
Anggotanya terdiri dari 4.500 orang yang tersebar di seluruh dunia.
Setiap tahun kami berkumpul di negara tertentu untuk berbagi ilmu,
diskusi, dan pameran. Saya menjadi anggota perkumpulan ini sejak tahun
1982. Dua tahun kemudian, dalam salah satu pameran yang
diselenggarakan ICES, ada yang mengajak saya mengajar. Setelah itu
hampir setiap tahun saya diundang, entah untuk mengajar di
universitas, tempat kursus, atau di perusahaan bahan kue.

Anda pasti bangga?

Ha...ha...ha... Betul. Tetapi yang lebih penting sebetulnya, saya
ingin membuat Indonesia tidak terlupakan. Saya ingin mereka melihat
Indonesia juga oke di bidang ini.

Apa, sih, selama ini yang Anda perkenalkan hingga mereka tertarik?

Wah, macam-macam. Selain teknik praktis yang saya sebut tadi, juga
bentuk-bentuk indah. Mereka amat suka bunga dan bentuk-bentuk lucu.
Dulu sekali ketika pameran di Kanada saya bikin gumpaste yang bergaya
Jawa. Wah, sambutannya bukan main. Saya diwawancarai di mana-mana dan
dapat kesempatan mengajar di Kanada. Tahun 2.000 kemarin, saya membawa
hiasan anjing dalam keranjang mawar. Wah, bukan main
sukanya mereka. Saya juga mengajar palette painting, yang indah, meski
pembuatannya cuma sekadar dicolek-colek. Saya juga pernah diminta
mengajar di Johar Baru Malaysia.

Tahun ini pun Anda akan terbang ke Amerika lagi untuk keperluan yang sama?

Tahun ini convention akan diadakan di Portland, Oregon, 12 Agustus
mendatang. Makanya saya sekarang juga sedang mengajak orang yang
berminat bergabung dalam ICES. Syaratnya mudah, kok. Yang penting
sudah bergerak di bidang art cake minimal 10 tahun. Saya titip pesan
lewat Sedap Sekejap, mereka yang ingin menjadi anggota bisa
menghubungi saya. Begitu juga mereka yang cuma mau ikut convention.
ada, kok, kelas untuk pemula.

Mungkin cukup besar honor yang Anda terima di sana, ya?

Ha...ha...ha...Tidak juga. Untuk setiap murid saya menerima sekitar 65
dolar Amerika. Ini untuk satu sessi. Kalau diminta mengajar 2 sampai 3
sessi, tentu lebih hasilnya. Tetapi ini tidak penting. Bagi saya, yang
utama adalah memanfaatkan pertemuan ini untuk menimba ilmu.

Anda sudah mengajar di berbagai negara, tetapi tampaknya tidak pernah
membawa masakan atau kue Indonesia ke sana, ya?

Bukan tidak mau sebetulnya, tetapi peminatnya yang tidak ada. Bagi
masyarakat luar negeri masakan kita terlalu spicy (berbumbu tajam,
Red.). Cake buatan kita pun terlalu lembut di lidah mereka. Saya
pernah cerita, ini baru cerita, lo, bahwa kita punya kue lapis legit
dan lapis surabaya yang enak dan terkenal. Waktu itu dengan bangga
saya katakan bahwa bahannya kuning telur saja. Mereka bukan kagum,
tetapi terkejut sekali. "Wah, itu kue yang tinggi lemak," kata mereka
separuh mengejek.

Oh, kalau begitu beda selera, ya?

Tepat sekali. Mereka sukanya kue yang keras. Untuk satu loyang kue
paling-paling dibutuhkan 2 butir telur. Tetapi pemakaian terigunya
banyak sekali. Untuk 2 telur bisa dipakai 200 gram tepung terigu.
Makanya mereka suka sekali makan muffin yang padat. Cake yang disukai
masyarakat Amerika adalah jenis pound cake, peringkat berikutnya
adalah fruit cake. Di Australia sebaliknya. Fruit cake termasuk cake
yang paling digemari. Pound cake sesudahnya.

Bagaimana dengan kue tradisional?

Wah, ini apa lagi. Mereka tidak mau belajar mengenal kue-kue kita.
Itulah, susahnya. Ya, tidak usah jauh-jauh, di Malaysia pun mereka
lebih suka kue modern. Orang Malaysia paling senang kalau diajarkan
membuat tiramisu. Jadi, saya datang ke sana pun antara lain untuk
mengajar hidangan penutup tersebut.

Untuk bisa menjadi pembuat gumpaste berapa lama kita harus belajar?

Untuk pemula, sebetulnya cukup 2 minggu. Hasilnya memang belum luwes
betul. Tetapi kelak bentuknya akan semakin indah setelah latihan keras
dan teratur.

Kembali ke kursus Dian. Meski sudah 26 tahun usianya, kok, ya, tetap
laris,sih. Apa rahasianya?

Saya rajin menimba ilmu. Sampai sekarang saya masih ikut kursus ke
luar negeri. Selain itu saya juga bekerja sama dengan perusahaan bahan
kue di luar negeri. Mereka bersedia memberikan pelajaran gratis, asal
saya memakai bahan buatan mereka. Nah, dalam pelajaran itu dibeberkan
bukan saja teknik baru, tetapi juga kue yang sedang populer saat ini.

Anda juga menerima pesanan kue?

Iya, tetapi tidak besar-besaran, hanya dipasarkan di tempat kursus.
Kue spesialis saya adalah lapis surabaya. Sehari bisalah terjual
sampai 20 kue. Saya juga menjual roti.

Selama ini, keluarga ikut mendukung kegiatan Anda?

Wah, iya, dong, terutama suami yang banyak mendukung di bidang
produksi. Dia juga selalu ikut ke luar negeri untuk memberi semangat.
Tanpa keluarga, saya kira, saya tidak bisa seberhasil sekarang.
sdp@Rika Eridani, Semy/ foto-foto : dok. pribadi.

Jajanan Bogor
Yang Selalu Dirindukan Banyak Orang


Dahulu kala kota Bogor selalu dikunjungi orang-orang Jakarta atau
daerah sekitarnya karena kota ini terkenal keindahan dan udaranya yang
nyaman. Kini kota Hujan ini pun masih ramah menyambut "tamu-tamunya"
di hari Minggu atau hari libur. Tetapi sekarang orang datang ke sini
untuk bersantap. "Jajanannya betul-betul bikin kangen," kata para tamu
itu. Nah, inilah seperangkat jajanan yang setia menarik pengunjung
datang ke Bogor.

ES PALA DAN ES MANGGA

Es pala dan es mangga selalu bisa kita temukan di berbagai tempat
jajanan. Misalnya, di ruko Siliwangi yang menjual Asinan Sedap. Isinya
tentu berupa pala atau mangga yang diserut lalu dimaniskan. Rasanya
segar dan asam manis. Per gelas harganya Rp 2.500 atau per kilonya Rp.
6.000.

Jimmy salah satu penjual es mangga di Siliwangi itu menyebutkan, ia
bisa menghabiskan 15 kilogram mangga dalam sehari. "Belanjanya sih
dekat, di Pasar Bogor saja, tapi pernah suatu kali susah sekali dapat
mangga, terpaksa beli sampai ke Pasar Kramat Jati, Jakarta," tuturnya.

Kalau sedang bukan musim mangga, dan harga mangga menjadi sangat
tinggi, Jimmy terpaksa menaikkan harga atau mengurangi isi es
mangganya. " Kalau sampai benar-benar kosong, barulah tidak jualan es
mangga," terangnya.

COLENAK

Nah, nama makanan ini rasanya tak asing di telinga kita. Colenak
merupakan kepanjangan dari 'dicocol enak'. Makanan yang terdiri dari
tapai singkong atau pisang yang dipanggang ini memang disajikan sambil
dicocol larutan gula. Kini di atasnya ditaburi kerokan daging kelapa
muda.

Sebagai makanan khas, Colenak bertebaran di mana-mana. Salah satu
warung Colenak yang terkenal dari dahulu sampai sekarang adalah di Jl.
Sukamulya II. Untuk menuju lokasi Saung Cholenak Sukamulya II No. 19,
Anda harus sedikit jalan kaki karena letaknya cuma di jalan kecil.

"Dari dulu (tahun 70-an, Red.) tempat ini jadi tempat nongkrong
anak-anak sekolah se-Bogor," ujar Pak Hasym bangga. Selain Colenak
pisang atau tapai yang jadi andalan, ada menu lain yang banyak dipesan
oleh pelanggan Saung Cholenak, yaitu, asinan jagung dan es moka kelapa
muda. Sambil menikmati hangatnya colenak, kita bisa melayangkan
pemandangan sekitar. Soalnya lokasi saung ini cukup tinggi.

Asinan jagung adalah pipilan jagung bakar dan irisan ketimun yang
disiram cuka yang sudah dimasak bersama cabai, garam, dan gula.
Dagangan ini pun cukup banyak bertebaran di Bogor. Selain di
Sukamulya, asinan jagung yang mangkal terletak di Ruko Siliwangi (di
depan Roti Venus).

LOTEK

Bentuk makanan ini tidak asing buat kita. Ada sayuran kangkung, kol,
tauge kacang panjang dan wortel. Ditambah lagi potongan kentang dan
tahu, disajikan dengan saus kacang tanah. Untuk orang Jakarta, kita
biasa menyebut sebagai gado-gado. "Disebut lotek, gado-gado, atau
pecel ya enggak apa-apa. Yang penting pembeli suka dengan lotek ini,"
ujar Ibu Ikah yang meneruskan usaha neneknya, Ibu Min.

Nama Ibu Min selanjutnya menjadi trademark lotek yang ada sejak 32
tahun lalu. "Selain dikenal sebagai Lotek Ibu Min, biasanya orang
nyebut juga Lotek Bubulak. Soalnya lokasinya, kan, di daerah Bubulak.

Lotek Ibu Min atau Lotek Bubulak ini ada di Jl. R.E. Martadinata. Dari
arah air mancur Jl. Jend. Sudirman, warung loteknya ada di sebelah
kanan, sebelum jembatan Bubulak. Warung sederhana ini tidak saja
menyediakan lotek. Kalau ingin yang segar-segar, kita bisa memesan
rujak ulek, keredok, ketoprak atau baso. Saking banyak penggemar lotek
ini, Ibu Ikah harus menyediakan 50 kg kacang tanah setiap 4 hari.
"Dulu sebelum krisis, mah, kacang 50 kilogram bisa habis dalam 2 hari
saja," jelasnya.

ES PUTER

Es puter tentu bukan minuman khas Bogor, tetapi ada es puter yang
salalu diminati pengunjung kota Bogor. Yakni Es Puter Mas Doto.
Letaknya di Jl. Sukasari. Tak usah heran kalau es ini demikian
terkenal karena Mas Doto sudah berjualan es sejak tahun 60- an. Rasa
manis esnya benar-benar dari gula.

Tiap kali produksi, per hari, Doto bisa membuat sampai 100 liter.
Biasanya tiap hari rasanya dibuat berganti-ganti. Kadang kelapa muda,
kadang avokad, nangka, dan durian. "Ya, tergantung musimlah," jelas
Pak Doto.

Menikmati es puter ini tak perlu merogoh kocek dalam-dalam. Bila
disantap bersama roti harganya cuma Rp.1.000. Tetapi bila ingin
diminum ramai-ramai, Anda bisa membeli per liter. Nah, yang ini
harganya Rp. 8.000.

Es puter yang kini juga ngetrend di Bogor adalah es puter durian.
Uniknya si durian masih dibiarkan bersama bijinya dan diletakkan di
dasar gelas. Jadi, makan es krim durian serasa makan durian sambil
disendoki.

NGOHIANG, LOMI, DAN PANGSIT PENGANTIN

Ketiganya sering kali mangkal bersamaan. Ngohiang adalah daging yang
digulung dalam kulit dan digoreng bersama adonan tepung. Tentu sesuai
namanya, ada rasa bumbu ngohiang yang cukup tajam dan khas. Ngohiang
Bogor agak berbeda dengan ngohiang yang kita kenal selama ini. Selain
adonan dan komposisi bahan yang berbeda, cara penyelesaiannya lain,
yakni digoreng dalam larutan tepung.

Sausnya pun khas, lo. Warnanya cokelat muda dan kental, bukan saus
sambal seperti yang kita kenal selama ini. Irisan ngohiang disantap
bersama kentang goreng, tahu goreng, dan asinan lobak. Harga satu
lonjor ngohiang Rp. 6.000, sementara tahu dan kentang gorengnya
masing-masing Rp. 2.000.

Lomi pun memiliki saus yang mirip, tetapi tentu lebih gurih karena
dibuat dari kaldu daging dan ebi. Isinya seperti mi kangkung, yakni
mi, kangkung, dan taoge. Tetapi kuahnya kental. Pangsit pengantin
adalah sup yang isinya terdiri dari irisan ayam, irisan sayuran, soun,
dan rolade ikan/ udang. Rasanya tentu saja sedap. Ketiga makanan ini
dapat Anda nikmati di Jl. Sukasari, Jl. Siliwangi (di seberang Ruko
Asinan Sedap), dan masih banyak tempat lain.

sdp@Rika Eridani, foto-foto: Veri Valensi

Kedai-kedai Es Krim di Jakarta

Menawarkan Es Krim Lezat
Sekaligus Tempat Yang Nyaman

Jakarta betul-betul menawarkan aneka hidangan. Tak ketinggalan juga es
krimnya. Dari es krim dengan resep Belanda, Italia, sampai resep luar
yang sudah dimodifikasi agar sesuai dengan selera Indonesia. Bentuknya
pun makin variatif, begitu juga jenisnya. Nah, mari kita kunjungi
kedai demi kedai.

ES KRIM RAGUSA, TEMPAT UNTUK BERNOSTALGIA

Dahulu di Batavia tahun 1932, es krim Ragusa dijual hanya setahun
sekali selama satu bulan di acara Pasar Gambir, semacam pasar malam.
Cara menjualnya pun menggunakan gerobak dorong. Karena peminat makin
banyak, tahun 1947 Ragusa bersaudara memutuskan membuka kedai es krim
secara menetap di Jl Veteran I no. 10 sampai saat ini. Pemiliknya
adalah dua bersaudara asal Italia Luigi dan Vincenso. Begitu sibuknya
mereka melayani pelanggan, sampai-sampai keduanya mendatangkan
adik-adiknya dari Italia.

Salah satu adik bungsu Luigi jatuh cinta pada sang kasir yang orang
Indonesia. Pasangan ini kemudian diserahkan meneruskan usaha yang kian
berkembang itu. Kakak sang kasir, Buntoro Kurniawan yang semula guru
pun diajak serta membantu. Akhirnya malah Buntoro-lah yang memegang
kendali ketika kakaknya memutuskan hijrah ke Italia.

Tantangan terberat yang dihadapi Buntoro saat itu, bagaimana
mempertahankan jumlah pengunjung bahkan kalau bisa meningkatkannya.
Untuk itu ia berusaha agar tidak terlihat ada perubahan sedikit pun di
ruangan tersebut. "Ruangan ini apa adanya dari tahun 40-an. Baik dekor
tembok maupun kursi rotan. Kalau rusak, kita perbaiki saja. Bahkan
cash register-nya pun masih sama. Saya menganggap semua barang di sini
bersejarah," cetus Buntoro.

Keadaan yang tidak diubah ini membuat pelanggan masih bisa
bernostalgia dengan lengkap. Pelanggan Ragusa yang sudah tua pun masih
senang datang ke situ. "Beberapa di antaranya diantar cucu. Bahkan
ada, lo kakek nenek Belanda yang menangis terharu karena masih bisa
menemukan kedai Ragusa dan bersantap di sini," jelas Buntoro bangga.
Sambil meladeni mereka kadang Buntoro mendengar cerita pelanggannya
yang sedang bernostalgia. "Mereka menyebut, di balik tembok itu mereka
berpacaran dulu," kata Buntoro menunjuk salah satu dinding sambil
tertawa.

Selain dekorasi yang tetap dipertahankan, ada satu hal lagi yang
membuat kita ingin kembali dan kembali, yakni rasanya yang tetap enak.
"Saya jamin, deh, kalau mau betul-betul makan es krim, ya, Ragusa-lah
tempatnya," janji Pak Buntoro. Ciri khas es krim Ragusa , jelas
Buntoro selalu dibuat dalam keadaan segar. Hari ini dibikin, habis
pula saat itu. Kalau habis, mereka membuatnya kembali. "Cara ini
terpaksa kami lakukan karena tanpa bahan pengawet," tandasnya.

Banana split dan es krim spageti merupakan es krim yang paling laris.
Jangan mengira ada campuran pasta di dalam es krim. Ini cuma es krim
yang dibentuk panjang-panjang mirip spageti lalu ditaburi nogat dan
sukade.

Untuk bisa menikmati es krim Ragusa, tidak perlu merogoh kantong
dalam-dalam. Satu scoop es krim hanya berkisar Rp.4000. Tahun 1976,
Buntoro dan istrinya, Sias Mawarni memutuskan menambah kedai baru di
Duta merlin. Kini cabang-cabang Ragusa tersedia di mana-mana. Antara
lain di Slipi, Ratu Plaza, dan Klender. "Beberapa di antaranya memang
terpaksa di tutup karena pertokoannya tutup dan beberapa lagi terkena
kerusuhan Mei 1997 lalu," papar Buntoro.

Promosi es krim Ragusa sendiri hanya dari mulut ke mulut. Dari orang
tua ke anak, dari teman ke teman. "Mereka saling ajak teman, ajak
saudara. Tentu saja juga karena peliputan pihak pers." Akibatnya kini
kedai Ragusa selalu penuh. Bahkan di hari Sabtu dan Minggu sudah bagi
para pelanggan mencari tempat duduk. Meskipun begitu Buntoro enggan
mencari tempat yang lebih luas. Kecuali soal keamanan dan kemudahan
transportasi, alasannya, ya itu tadi, tempat ini selalu jadi tempat
untuk bernostalgia bagi para pelanggannya.

ES KRIM LA REASSA, BERMAIN DI BENTUK CANTIK

Untuk menarik minat pembeli, agaknya tak cuma diperlukan resep es krim
andal yang lezat. Pengaruh bentuk pun turut berperan. Pasangan Ny.
Lilliani dan Ny. Yoko H. Sulistio, pemilik perusahaan es krim La
Reassa sangat menyadari hal itu. Makanya ketika mereka beralih dari
perusahaan katering ke perusahaan es krim sekitar tahun 1991, mereka
lantas membuat es krim dalam bentuk unik.

"Sebetulnya kami sudah mulai dengan Ice Cake (es krim dalam bentuk
cake) tahun 1988," ujar Lilliani. Namun, lanjutnya, karena tidak
terpegang, sementara keluarga pun menuntut perhatian, keduanya lantas
memutuskan untuk betul-betul berkonsenterasi pada usaha es krim.

Kreativitas Lilliani maupun Yoko tak sampai di situ. Mereka terus
memikirkan bentuk-bentuk yang lebih inovatif, tentu juga resepnya yang
sampai sekarang pun masih terus diperbaiki dan dikembangkan. Lewat
pemikiran yang matang, mereka pun kemudian menciptakan es krim dalam
bentuk potongan kecil yang disiram cokelat lalu dihias di bagian atas.
Hasilnya memang luar biasa. Es krim mini bentuk kotak, setengah
lingkaran, dan segitiga ini terdiri dari rasa cokelat, moka, dan
vanila.

"Es krim cantik ini betul-betul ciptaan dan ciri khas kami. Karena itu
kami ingin memberi nama yang betul-betul spektakuler. Maka saya
menghubungi dosen bahasa Inggris saya di Atmajaya, kalau-kalau ia tahu
nama yang pantas," kisah Yoko.

Sang dosen kemudian memang menghadiahkan sebuah nama cantik sesuai
dengan bentuk es krimnya yakni dainty ice cream. Artinya, kecil,
cantik, enak, dan lucu. Meski sudah dapat menghasilkan es krim
spektakulier, Lilliany dan Yoko tidak mau berhenti mencipta.
Belakangan mereka menciptakan beragam variasi seperti low calory ice
cream, diabetic ice cream, es putar, crunchy ice cream sampai es krim
yoghurt nan segar. "Dengan begitu mereka yang sudah gemuk maupun sakit
gula tak perlu takut menyantap es krim," jelas Liliani.

Bagaimana dengan resepnya? Keduanya mengaku belajar dari berbagai ahli
di samping ikut seminar. "Dari berbagai ilmu yang sudah kita dapat
itu, kita olah dan sesuaikan dengan citarasa Indonesia dan Jawa.
Maklumlah kita orang Jawa, kan? Ha...ha...ha...," canda Lilliani.

Untungnya pula, tambah Yoko, mereka punya teman yang belajar food
technology. "Kami minta saran, bagaimana membuat es krim yang enak
dengan campuran yang tepat. Tapi sampai sekarang, kita terus
memperbaiki resep. Soalnya, kan, banyak bahan baru dan teknologi baru.
Jadi terus ada pengembangan, termasuk pengembangan resep agar
pelanggan tidak bosan."

Harapan mereka untuk membuat pelanggan tidak bosan memang berhasil.
Lihat saja es krim jenis low calorie-nya yang banyak macamnya seperti
cokelat, moka, stroberi, jeruk, blueberry, jambu biji, fancy, dan
leci. Belum lagi jenis lainnya. Untuk es putar saja tersedia kopyor
kombinasi antara lain dengan ketan item, moka, advokad, durian, dan
jagung. "Untuk cokelat kombinasi kami padankan dengan kelapa muda,
nangka, kacang hijau, kacang merah, dan tape kelapa," jelas Yoko
bangga.

Bantuk es krim pun divariasikan sedemikian rupa. Ada yang berbentuk
oval (ini untuk jenis cake es krim), persegi untuk cake es krim dari
kelapa. Es krim jenis cake ini dijual antara Rp 115.000- hingga Rp
315.000, tergantung besar ukurannya. Sementara untuk jenis dainty
dijual antara Rp 100.000 hingga Rp 190.000, tergantung jumlahnya.
Minimal pembelian harus 45 buah.

La Reassa juga menyediakan cup-cup kecil yang berisi satu atau dua
scoop. Harga per cup juga bervariasi antara Rp 2500 - Rp 3500. Meski
melakukan bisnis es krim lebih mudah karena waktu pembuatan bisa
diatur, toh, ada juga hambatannya. "Yang paling susah, ya, menyediakan
dry ice. Kalau sudah kosong, kami tidak bisa mengantar pesanan," kata
Lilliani.

Karena hambatan ini, mereka sampai-sampai membayar di muka bila
memesan dry ice di hari raya. "Habis pabriknya, kan, cuma dua di
Palembang dan Lampung. Begitu pabrik berhenti produksi karena listrik
mati, misalnya, susahlah kita," keluh Yoko.

Perkara listrik juga tentu jadi masalah untuk La Reassa. Kalau matinya
cuma setengah hari masih lumayan. Karena suhu freezer di bawah 45
derajat Celcius. Karena pertimbangan ini pula La Reassa segan membuka
outlet di supermarket, misalnya. "Kami pernah lihat es krim yang cair
karena listrik mati. Nah, kalau di luar pengawasan kami seperti ini,
kami takut mutunya tidak terkontrol," kata Yoko yang sehari bisa
menghasilkan 50 liter es krim ini. sdp@Rika Eridani, foto-foto: Veri
Valensi

P E R N I K C A N T I K


Kupu-kupu Lucu

Kupu-kupu memang lucu, sekaligus juga cantik. Tak heran kalau hewan
ini sering dijadikan model pernik interior. Kini sang kupu-kupu malah
"terbang" ke dapur dalam perangkat hidang. Tentu kehadirannya tak
hanya bikin cantik si perabot, tetapi juga dapur Anda.

Uniknya sang kupu-kupu tak cuma hadir dalam bentuk gambar saja, tetapi
juga muncul sesuai bentuknya (3 dimensi) secara fungsional. Misalnya,
sebagai pegangan cangkir, peganganan mangkuk saus, atau tempat sumpit.
Tetapi sebagai hiasan di gelang serbet, alas gelas, atau nemplok di
pegangan cangkir pun oke, kok.

Nah, percantik dapur Anda dengan si kupu-kupu lucu nan cantik ini.
sdp@rika, foto-foto : Rynol

Koleksi Chic Mart, Kemang, Jakarta Selatan

Melongok Bisnis Kue Keranjang

Kerja 15 Hari Untuk Makan Setahun

Imlek amat identik dengan kue keranjang. Tanpa dodol berwarna cokelat
yang dibungkus daun ini, perayaan Tahun Baru Cina terasa kurang pas.
Tak heran bila sekarang-sekarang ini Anda berjalan-jalan ke pasar, di
mana-mana tampak tumpukan kue keranjang. Anehnya, kue sebanyak itu pun
ludas tandas. Tentu yang kemudian panen adalah para pembuat kue
keranjang. "Wah, ini kerja 15 hari untuk kebutuhan setahun," kata Ny.
Lauw, salah seorang pembuat kue keranjang di Tangerang.

Ny. Siti Lauw (75), namanya. Ibu sepuluh anak ini boleh dibilang sudah
expert di bidang perkue-keranjangan. Bayangkan ia sudah menangani
dodol cina ini sejak tahun 1961. Itu artinya 39 tahun ia memproduksi
kue keranjang. Pekerjaannya ringan-ringan berat. Ringan karena hanya
dikerjakan setahun sekali, 15 hari menjelang Imlek. Berat karena
pembuatannya lama dan melalui beberapa proses.

Kue keranjang adalah dodol yang dibentuk bulat. Bahan dasarnya dari
tepung ketan dan gula pasir. Lo, kok, gula pasir? Jadi, bahan apa yang
bisa membuat dodol ini jadi berwarna cokelat. Ternyata warna cokelat
itu timbul akibat fermentasi.

Tepung ketan dibuat sendiri dari beras ketan yang ditumbuk. Agar hasil
kue betul-betul halus, setelah ditumbuk, tepung masih diayak sambil
diangin-anginkan. "Gula pasirnya pun tidak langsung dicampur, tetapi
dibuat sirup dulu. Takarannya pun harus pas," jelas Ny. Lauw.

Kemudian tepung dan sirup gula tadi diuleni dan didiamkan selama 10
hari. Setelah melewati proses tadi, adonan ditambahkan lagi sirup
hingga menjadi cair. Nah, dari situ, proses pembuatan memasuki proses
pencetakan. Keranjang-keranjang bulat garis tengah 8- 10 cm disiapkan
dan dialasi daun pisang yang sudah digarang. Daun pisang ini harus
cukup tebal.

Keranjang-keranjang berisi adonan ini lalu ditata di dalam dandang
khusus untuk diuapi selama 12 jam. Nah, sehabis itu, kue langsung
dibungkus bagian atasnya. "Kalau saya, cara membungkusnya dilipat
rapi. Lain dengan orang lain. Mereka memilin daun hingga jadi lilitan
di atasnya," terang Umar Sanjaya, putra Lauw yang ikut membantu.

Kue ini bisa bertahan lama sekali. Tetapi sayangnya, tambah Lauw,
mereka tidak dapat membuatnya jauh-jauh hari. "Karena para pembeli
inginnya kue yang baru karena lebih empuk. Jadi, saya baru bikin kue
dua minggu sebelum Imlek," jelas Lauw.

Padahal, imbuh Lauw, kue keranjang yang keras pun tetap enak. Bahkan
yang sudah berjamur daun atau pinggir kuenya pun masih boleh dimakan,
asal bagian yang berjamur itu dibuang. Kue keranjang, kata Lauw selalu
bisa dipanaskan untuk memperoleh kue yang lembut lagi. "Caranya, ya,
bisa digoreng atau dikukus."

Selama setahun sekali itu Lauw bisa memproduksi 60 ribu kue keranjang.
Kue sebanyak itu menghabiskan 30 ton tepung ketan dan 20 ton gula
pasir. "Padahal dulu waktu baru-baru berusaha hanya sekitar 4 liter
beras ketan. Saya sungguh tidak mengira bisa meluaskan usaha sampai
seperti ini. Saya ini usaha 15 hari untuk makan setahun," candanya.

Di tahun 1961, Lauw memulai usaha yang diteruskannya dari sang mertua
betul-betul dari bawah. "Saya yang membuat tepung, bikin sendiri, jual
sendiri dengan cara berkeliling dari rumah ke rumah di daerah Kota dan
Glodok," kenangnya.

Lama-lama usahanya berkembang. Dari kebutuhan 4 liter beras ketan
menjadi 20 liter. "Tangan saya tidak kuat meskipun sudah dibantu
anak-anak kalau mereka pulang sekolah. Terpaksalah saya mencari tenaga
bantuan," jelasnya.

Nepung sendiri

Tak dinyana memang tenaga bantuan pun terus bertambah sesuai kebutuhan
pasar. Sekarang ia mempekerjakan 70 orang tenaga. Tentu saja ini bukan
tenaga tetap. "Mereka berdatangan sendiri menjelang imlek. Dulu waktu
ibu mereka masih ada, ibunya yang kerja sama saya. Setelah orang
tuanya tidak ada, gantian anaknya yang membantu saya."

Tenaga sebanyak itu memang amat diperlukan maklumlah Lauw menumbuk
tepung sendiri. "Tepung ketan yang halus, sih, memang banyak.
Kualitasnya juga bagus. Tapi saya tidak tega kalau apa-apa
mempergunakan mesin, sementara masih banyak orang yang minta kerjaan
sama saya menjelang Lebaran atau Imlek," terang ibu sepuluh anak ini.

Para tenaga kerja ini mempunyai tugas yang berbeda tergantung dari
"jam terbangnya" Yang pintar tugasnya lebih rumit, misalnya, melipat
bungkusan daun. "Yang sudah ahli, bisa melipat dengan rapi dan tidak
boros daun. Kalau yang masih muda dan belum ada pengalaman biasanya
diberikan tugas membuat tepung."

Selepas imlek, para pekerjanya menghilang sementara. Yang tinggal
paling hanya 10 orang. Mereka tetap membantu kalau-kalau Lauw menerima
pesanan di luar Imlek. Karena saat menjelang Lebaran pun mereka
menerima pesanan dodol.

Kesuksesan ini tentu tak lepas juga dari bantuan anak-anaknya.
Terutama bantuan dari Umar Sanjaya, putranya yang nomor 8. "Dia ini
yang mengurus order sampai pengiriman. Saya tahunya di dapur saja,
kontrol bahan-bahan sama pembuatannya," lanjutnya sembari mengontrol
kerja anak buahnya.

Boleh dibilang Siti Lauw kini tinggal memetik hasil dari upaya
kerasnya selama berpuluh-puluh tahun. Kuenya yang dijual seharga Rp.
9.000 per buah itu laku keras. Tak perlu lagi ia berkeliling kota,
cukup menunggu orang yang datang memesan. Ingin belanja pun, mobil
tersedia. Kesulitannya sekarang paling-paling mencari daun pisang yang
bagus. "Bisa, sih, diganti pakai plastik seperti para penjual lain.
Tapi, kan, namanya bukan kue keranjang lagi, dong," ujarnya terkekeh.

Bagi Lauw usahanya sekarang ini sudah cukup. Ia belum berminat
melebarkan ke pasar swalayan,misalnya. "Dulu kami pernah diminta
sebuah supermarket terkenal di Jakarta untuk memasukkan Kue Keranjang.
Ternyata kue yang tidak laku atau keras dikembalikan. Nah, barang sisa
banyak sekali. Mau dikemanakan? Makanya saya tidak mau ambil risiko
lagi. Yang saya buat betul-betul sesuai pesanan," tegas Lauw. sdp@Rika
Eridani, foto-foto: Rynol Sarmond

R E S T O K E R E S T O

The Club Fishmarket & Bistro
PILIH, OLAH, DAN SANTAP

Kabar baik untuk penggemar sea food dan berbagai jenis ikan. Hanya
dengan datang ke Club Fishmarket & Bistro, Anda bisa menikmati aneka
hidangan laut yang langsung diolah dan siap dinikmati. Letaknya di
kawasan SCBD (Sudirman Central Bussiness District, Red.), jadi tak
perlu jauh-jauh ke Pasar Ikan, misalnya.

Di sana kita bisa langsung memilih berbagai jenis ikan, baik tawar
maupun laut dan berbagai jenis udang, cumi, atau kerang. Jangan
bingung kalau Anda tak tahu cara mengolahnya menjadi masakan. The Club
Fishmarket dengan senang hati akan membantu memilihkan cara pengolahan
dibakar atau digoreng. Sementara bumbunya ada di tangan Anda.

Untuk harga, kalau kita ingin menikmati bahan baku pilihan sendiri,
biaya yang dikenakan hanya 30 persen dari total pembelanjaan. Kalau
ingin memburu waktu atau malas pilih-pilih bahan olahan, kita bisa
langsung menuju resto dan pilih menu a la carte (menu pilihan yang
disediakan).

The Club Fishmarket & Bistro merupakan gabungan ide dari resto yang
khusus menjual sea food di Australia dan pasar ikan ala Thailand.
Bersebelahan dengan supermarket The Club Store dan berseberangan
dengan Bengkel Nightpark, The Club Fishmarket & Bistro berkonsep untuk
keluarga, tapi pada lunch time di hari kerja dijejali oleh para
profesional yang berkantor di seputar SCBD.

Sajian makan siang biasanya ditawarkan paket lunch dengan sajian all
you can eat, salad bar, dan satu jenis hidangan laut sesuai pilihan,
dari nasi goreng sea food hingga steak gindara.

Di malam hari, Sabtu-Minggu, atau hari libur resto yang mampu
menampung 160-200 orang ini dipenuhi oleh keluarga. Karena konsepnya
juga keluarga, maka jangan heran kalau saat kita duduk, meja di
hadapan kita beralaskan kertas taplak polos dan tersedia crayon. "Kita
menyediakan crayon untuk anak-anak. Mereka boleh menggambari mejanya.
Selain praktis, juga membuat anak betah menikmati makanannya," terang
Veronica Djajapranata, Marketing Communication Executive The Club
Fishmarket & Bistro.

Pilihan menu untuk makan malam lebih banyak ketimbang makan siang.
Selain salad, juga tersedia hidangan penutup all you can eat! Karena
banyak permintaan, The Club Fishmarket & Bistro mulai bulan Agustus
2000 menyediakan aneka pilihan menu ala Thailand. "Bumbu Thailand
lebih pas dimasak dengan berbagai jenis ikan atau seafood. Rasanya
lebih pas untuk orang Indonesia," jelas Veronica.

Namun, toh, olahan Eropa, Cina, dan sajian makanan Indonesia seperti
gurame goreng atau pecel lele pun ada di sini. Berbeda dengan resto
lainnya, The Club Fishmarket & Bistro yang sudah mulai beroperasi
sejak 3 Juli 2000 lalu, biasa tutup pada jam 15.00-17.00 di hari
Senin-Jumat, dan tutup jam 16.00-17.00 pada akhir minggu. "Maksudnya
agar kita cukup waktu menyiapkan sajian makan malam untuk pengunjung,"
terang Veronica.

Nah, Anda yang menjadi penggemar seafood sejati, bisa mencoba restoran
yang dibuka sejak pukul 10 hingga pukul 11 malam ini. sdp@Rika,
foto-foto: Rynol Sarmond

Melongok Hidangan Khas Jepara & Kudus

Sambil memperingati Hari Kartini, mari kita berjalan-jalan ke Jepara.
Meski kota ukiran ini minim sekali jajajan, toh, bukan berarti sama
sekali tak ada hidangan lezat. Jajanan yang jumlah yang sebelah tangan
ini ternyata cukup lezat. Selain Jepara, kami ajak juga Anda
berkunjung ke Kudus, tentu sambil menyusuri hidangan yang tersebar di
kota ini.

KUDUS

SOTO KUDUS

Siapa yang tak kenal soto kudus? Bukan hanya di kota-kota besar di
Indonesia saja yang sudah kenal kepopuleran soto ayam yang nikmat ini,
di berbagai daerah kecil pun selalu saja ada yang menjajakan soto
kudus. Makanya kalau berkunjung ke kota Kudus, jangan tidak mencicipi
hidangan khas Kudus ini.

Soto Ayam yang sarat dengan kaldu ayam kampung dan rasanya menyegarkan
ini, sangat mudah ditemui di seluruh pelosok kota Kudus. Di Kudus,
Soto Pak Denuh ini paling terkenal, hingga memiliki 4 outlet di kota
Kudus. Saat ini pengelolanya bukan Pak Denuh, tetapi sudah diwariskan
kepada cucu-cucunya. Salah satunya adalah Ibu Elliyani dan suaminya
Pak Ronji yang saat ini mengelola cabang di Jl. R. Agil Kumadya.

Walaupun sudah memiliki 4 cabang, tetapi dalam pembuatan soto, tetap
menjadi satu. "Dibuatnya di dapur yang sama dan dibuat oleh orang yang
sama. Baru kemudian dibagi 4 bagian," jelas Ronji.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tiap harinya minimal kedai ini
menyediakan 30 ekor ayam kampung. Menemani soto, disediakan jua sate
hati dan ampela ayam, sate telur burung puyuh, dan sate gatra (calon
telur ayam, Red.) Tak kurang dari berbagai pejabat di Jawa Tengah dan
artis-artis kondang pernah singgah di kedai soto yang sederhana ini.

SOTO KERBAU

Berawal dari larangan Sunan Kudus kepada pengikutnya untuk tidak makan
daging sapi, maka banyak sekali warung yang menyediakan kudapan berupa
daging ayam atau daging kerbau. Sebelum mencicipi sendiri, kita akan
berpikir rasa atau aroma daging kerbau pasti kurang enak. Padahal,
kalau kita mengunjungi rumah makan yang menyediakan masakan daging
kerbau yang sudah kondang, kita tak akan bisa membedakan rasa dan
aromanya dengan daging sapi, lo!

"Untuk orang Kudus, daging kerbau rasanya lebih sedep dibandingkan
dengan daging sapi," terang Mbak Masrumi, pengelola Warung Soto Kerbau
Pak Siban. Daging dan jeroan kerbau olahan Warung Soto pak Siban
terasa lembut dan dagingnya berwarna merah muda. Rasa sotonya pun
segar. "Itu berasal dari kaldu daging kerbau. Pokoknya kalau sudah
sekali mencoba, pasti akan ketagihan," janji Masrumi.

Bersama sang ibu, Ny. Kasruni, mereka meneruskan usaha Soto Kerbau Pak
Siban yang saat ini sudah meninggal dunia. Dalam sehari mereka harus
menyiapkan 8 kilogram daging kerbau. Jam buka warung dari pukul 07.30
hingg pukul 10.00. Setelah itu soto kerbau sudah ludes tandas.
Harganya juga cukup terjangkau. Satu porsi hanya Rp 2 ribu.

Menyajikannya bukan dalam mangkok, melainkan dengan piring. Soto
Kerbau disajikan bersama nasi putih, baru diguyur dengan kuah dan
potongan daging kerbau. Rasanya sudah jelas, gurih dan pantas dicoba.

JENANG KUDUS

Nah, oleh-oleh yang satu ini jangan lupa dibeli. Jenang Kudus merek
Sinar 33, Mubarok, Mabrur, atau Viva. Ketiga merek ini adalah jenang
(dodol, Red.) yang sangat terkenal di Kudus. Sehingga orang yang
berkunjung ke Kota Kretek ini tak pernah lupa membeli untuk oleh-oleh
keluarga dan teman di kota asalnya. Kalau ingin membeli jenang khas
Kudus ini, ada baiknya langsung membeli di toko Sinar 33 di Jl. Sunan
Muria No. 33. Karena di toko ini kita bisa memperoleh semua merek
jenang Kudus di atas. Bahkan kita juga bisa menikmati rumah asli Kudus
sambil berbelanja jenang untuk oleh-oleh.

Salah satu pengusaha jenang Kudus adalah Ny. Hj. Mabruri, pengusaha
jenang mereka Sinar 33. Mubarok, Mabrur, dan Viva. ia mulai
berproduksi pada tahun 1915. Pembuatan jenang masih mempergunakan
tangan, begitu juga dengan pengemasannya. Sementara penjualannya
dilakukan secara direct selling.

Potensi jenang makin berkembang setelah tahun 1933. Karena makin
besar, jenang yang dahulunya 100 persen mempergunakan bahan alami,
kini mulai dikemas kertas. "Dahulu masih mempergunakan loyang tampah,"
kenang Bapak M. Noordin, Kepala Bagian Pemasaran Pj. Mubarok Group.

Hingga kini jenang Sinar 33 dengan kemasan kertas masih kami produksi
dan bisa menguasai 30 persen seluruh penjualan jenang grup Mubarok.
Bahkan kini Mubarok memproduksi 4 merek. "Tetapi semuanya kami
produksi dan pasarkan bersama-sama sehingga tak ada persaingan di
antara produk-produk ini.

Walau banyak produksi jenang serupa tersebar di seluruh Kudus, sampai
kini Jenang Kudus Sinar 33, Mubarok, Mabrur, dan Viva belum
tergoyahkan. "Kami berusaha untuk tidak berhenti di satu titik
kepuasan. Kami terus mengembangkan usaha ini, selain diversifikasi
merek, juga mengembangkan resep jenang untuk makin tahan lama dan siap
untuk masuk ke internasional," tutur Noordin.

Jenang Kudus ini mampu menghabiskan 4-5 kuintal kelapa untuk sekali
produksi. "Untuk masa liburan atau menjelang lebaran bisa sampai 3-4
kali lipat."

PINDANG KUDUS

Makanan yang satu ini hanya bisa kita temui di Kudus. Sesuai dengan
namanya, pindang ini cita rasanya manis. Dibuat dengan nya yang manis
dan penggunaan bumbu tradisional, kluwek. Walaupun mempergunakan
kluwek, tapi tetap tak berwarna hitam. Isi pindang ini berupa sayatan
daging ayam dan daun melinjo.

Salah satu penjual Pindang Ayam yang terkenal adalah di warung soto
Pak Denuh. Selain menjual soto ayam khas Kudus, mereka juga
menyediakan Pindang Ayam yang nikmat. Lagi-lagi penyajian Pindang Ayam
ini serupa dengan Soto Kerbau, yaitu mempergunakan piring dan
disajikan bersama nasi putih.

LENTOG

Untuk memulai hari, orang-orang Kudus menyukai sajian Lentog. One dish
meal ini berupa lontong, sayur tewel (sayur nangka muda, Red.), dan
opor tahu. Yang menjadi beda karena sayur tewel dimasak hingga hancur
menyerupai bubur.

Karena amat menyukai Lentog, sampai-sampai di sebuah jalan di Kudus,
yaitu Jl. Tanjung Gang 1 terdapat bursa Lentog. Biarpun banyak penjaja
Lentog, tapi ada satu warung yang selalu disesaki pembeli, yaitu
Warung Lentog Tanjung Pak Ndek.

Kalau Anda ingin mencoba, jangan segan meminta satu porsi, karena
porsi Lentog bisa dikatakan sedikit. Menyajikannya dengan piring
kecil, diisi dengan potongan lontong dan ditaburi sayur tewel.
Kemudian disiram kuah dan potongan opor tahu. Kalau ingin tambah
pedas, kita bisa mengambil sendiri cabai rawit yang dimasak merah
seperti sayur krecek dalam gudeg. Soal rasa jangan ditanya.
Jangan-jangan nanti Anda menjadi salah satu penggemar berat Lentog
khas Kudus. sdp@Rika Eridani, foto-foto : Veri Valensi

Jajanan Di Cianjur dan Sukabumi
Meski Tak Banyak Jumlahnya, Kelezatannya Tak Diragukan

Baik Sukabumi maupun Cianjur bukan termasuk daerah yang punya banyak
jajanan. Boleh dibilang keduanya tidak cukup terkenal. Kalaupun ada
penganan yang turut mengangkat kedua kota ini hanya manisan Cianjur
dan kue moci Sukabumi. Tetapi sebetulnya, meski tak banyak ada
beberapa restoran dan penganan yang tak diragukan kelezatannya.

SUKABUMI

WARUNG MAK UTI

Selama Sedap Sekejap jalan-jalan ke Sukabumi, banyak yang menganjurkan
untuk mampir ke Warung nasi Mak Uti. Warung yang terletak di Jl.
Pengadilan ini menyajikan aneka hidangan khas Sunda. Meskipun letaknya
masuk ke dalam gang, tetapi pelanggannya sampai kepada artis dan
pejabat.

"Awalnya ibu saya, Mak Uti, hanya menjual nasi di pinggir jalan.
Lama-lama banyak penggemarnya hingga kami bisa membeli tempat di Jl.
Pengadilan ini. Lalu bisa menjadi warung nasi seperti ini," ujar Ny.
Nani, pengelola dan putri Mak Uti.

Berbeda dengan warung nasi di Cianjur, warung nasi Sukabumi serupa
dengan sajian buffet. Penjual akan memberikan nasi satu porsi, lalu
kita tinggal memilih lauk pauk atau sayur yang kita inginkan. Lauk
yang disediakan berupa aneka pepes, aneka jerohan sapi, gepuk (empal,
Red.), dan ayam goreng. Sebagai pelengkapnya, di meja tempat kita
makan, disajikan aneka lalap dan sambal terasi. Soal harga tak perlu
khawatir, karena per porsi makanan, lengkap dengan dagingnya hanya
sekitar Rp. 3.500. Dan Rp. 6.000 per porsi jika kita memilih daging
dan sayur.

BUBUR AYAM

Tempat bubur ayam yang kondang di Sukabumi adalah di Jl. Pajagalan.
Warung bubur ayamnya bernama Odeon. Berbeda dengan bubur ayam yang
biasa kita temui selama ini, bubur ayam Sukabumi sangat khas. "Yang
bikin beda karena buburnya agak encer dan selalu disajikan dengan ayam
tim bukan ayam rebus
atau ayam goreng.

Walaupun sama-sama menambahkan cakue, pada bubur ayam Sukabumi,
cakuenya diiris tebal-tebal dan digoreng garing. Yang berbeda lagi,
bubur disajikan bersama cah sayur asin dan tahu. Pelengkapnya berupa
taburan irisan kulit pangsit goreng. Rasanya? Sedap sekali, lo.


MOCI

"Belum ke Sukabumi kalau belum beli oleh-oleh moci," kata orang-orang.
Moci Sukabumi memang sangat terkenal, jadi kalau kita sepulang dari
Selabintana atau Lido, tak salah kalau mampir dulu membeli moci.

Selain baunya wangi dan rasanya legit, moci Sukabumi biasanya dikemas
dalam keranjang kue bambu. Salah satu moci yang terkenal di kota asal
Desy Ratnasari ini ada di Jl. Otista No. 39. Mereka tidak membuka
toko, tetapi hanya menggelar meja yang dipenuhi oleh tumpukan
keranjang berisi moci. Meja itu pun hanya ditaruh
seadanya di garasi sebuah rumah.

Ibu Atin, pemilik dan pengelolanya melayani langsung pembeli dari
sebuah meja yang dipasang di depan pintu.
"Nenek saya sejak tahun 1964 membuat moci. Lalu diturunkan kepada
menantunya, yakni ibu saya. Setelah ibu saya merasa tidak mampu lagi,
lantas diwariskan kepada saya," tutur Atin.

Menolak menyebutkan jumlah produksi per hari, Atin menyatakan bahwa
moci buatannya tanpa bahan pengawet dan pewarna. "Dari dulu seperti
ini. Saya hanya mempertahankan, buktinya pembeli selalu menyukainya,"
jelasnya.

Moci buatannya ada dua macam. Satu macam berisi kacang berbentuk
bulat. Satunya kosong, dipotong kotak-kotak. Meski sudah banyak orang
yang menjual moci berwarna, toh, Atin tetap mempertahankan moci tanpa
warna. sdp@Rika Eridani, foto-foto : Veri Valensi

Cooking Show Hidangan Pesta


Menyajikan Alternatif Hidangan Pesta Yang Menggiurkan

Meski puasa tengah berlangsung, toh, Sedap Sekejap tetap setia
mengunjungi pencintanya. Kali ini kami bertatap muka dengan pembaca
daerah Bekasi dan sekitarnya. Dalam acara Cooking Show itu kami
menggelar alternatif hidangan pesta sesuai dengan kebutuhan kita pada
waktu itu.


Mencari hidangan pesta di hari Natal, Lebaran atau Tahun Baru boleh
jadi tidak sulit. Tetapi mencari hidangan yang lezat, tidak
membosankan dan ditambah dengan embel-embel unik, pasti sulitnya minta
ampun. Bertolak dari situlah tim kuliner Sedap Sekejap menggelar, Ayam
Cabut Tulang versi Betutu, Sup Hisit ala Thai, Gateau Moka Bertabur,
Susu Ganache Istimewa, Kue KEring Karamel, dan Puding Moka Berbaris.

Keenamnya boleh jadi cuma hidangan biasa yang sudah disajikan di kala
pesta, tetapi karena sentuhan yang inovatif jadilah hidangan istimewa
yang bukan saja lezat, tetapi tidak membosankan sekaligus unik.
Ayam cabut tulang versi betutu, misalnya. Bentuknya memang cuma ayam
cabbut tulang. Tetapi kalau selama ini ayam cabut tulang memakai keju,
sosis danbahan-bahan lain yang agak ke-Barat-baratan, maka ayam cabut
tulang yang dibawakan Erwin, Semy, Sandy dan Urip betul-betul versi
Indonesia, yakni dengan bumbu betutu lengkap dengan penggunaan daun
singkongnya.

Karena bumbunya Indonesia, kendati berupa ayam cabut tulang, masakan
ini pas untuk disantap bersama ketupat. Sementara sebagai sajian Natal
yang dihidangkan dengan nasipun, kena.
Nah, untuk supnya kami pilihkan sup hangat yang pedas-pedas asam. Sup
ini membuka berbagai kemungkinan isi. "Kalau hisit terlalu mahal,
gantilah dengan ikan, ayam, atau udang," saran pembawa demo. Tentu
karena jenisny asup, maka tidak klop disajikan dengan ketupat. tetapi
bukan berarti hidangan ini tidak pas untuk lebaran. "Dua atau tiga
hari setelah Lebaran kadang kita masih harus menjamu tamu. Nah, saat
itu orang sudah bosan dengan ketupat. Kehadiran sup yang rasanya segar
itu pasti disambut hangat," terang Semy.

Tampaknya saran tadi bersambut. Para peserta yang kebanyakan ibu-ibu
terlihat antusias. "Sepertinya menarik, ya, kalau kita menghidangkan
sop di tengah makanan yang banyak santannya. Pasti segar, ya," ujar
seorang ibu dari Jakarta. Saat break tiba, banyak ibu-ibu menyerbu
meja demo untuk menanyakan di mana bisa membeli hisit (sirip ikan hiu,
Red).

Selain masakan, kue pun digarap istimewa. Misalnya gateau moka. Kuenya
memang cake moka biasa, tetapi menjadi indah setelah diberi taburan.
Untuk memberi kesan unik, taburannya bukan cokelat atau kacang, tetapi
gula palem. Kesannya langsung unik sekaligus mewah.

Menyajikan susu di saat pesta? Wah, itu, mah, membosankan, pasti
begitu jawab Anda. tetapi sus yang kami sajikan kali ini amat berbeda.
Di samping isinya yang berupa Ganache, juga penampilannya istimewa.
Susu tidak dibentuk bulat, tetapi berupa lembaran tipis yang disusun
beberapa lapis. Diantara lapisan itulah diolesi ganache cokelat yang
sedap.

Puding pun tidak luput dari garapan kami. Puding tiga warna, cokelat,
moka, dan putih ini dibuat berjajar. Kalau selama ini jajarannya
horisontal, maka kali ini kami hadirkan vertikal. Tentu hasilnya beda
sekali dan makin menggugah selera.

Selain menggelar demo, tim kuliner Sedap Sekejap juga tak pelit
membagikan tip memasak. Salah satunya tips dalam mencampur kuning
telur ke dalam adonan puding cokelat. "Mencampurkan kuning telur ke
dalam adonan agar-agar yang panas itu susah-susah gampang. Kalau
kurang cepat mengaduk, bisa-bisa kuning telur langsung matang sebelum
tercampur. Hasilnya jadi berbenang-benang," kata pendemo.

Karena itu, sarannya, tuang kuning telur dalam mangkuk tersendiri.
Lalu dipancing dengan menambahkan satu sendok sayur adonan agar-agar.
Setelah diaduk rata dan mangkuk terasa panas, baru dituangkan ke dalam
panci. "Dengan cara ini dijamin telur akan tercampur rata dalam
adonan," papar Semy. Tetapi, sambungnya, jika 'kecelakaan' tak
terelakkan, jangan buru-buru membuang adonan tersebut. "Saring saja,
dan masak kembali," lanjutnya.

Tak cuma itu tip yang bisa didapat di cooking show ini. Salah satunya
adalah cara mengeluarkan tulang ayam dengan sukses. "Pergunakan pisau
kecil yang tajam lalu usahakan pisau menempel pada tulang. Kalau
akhirnya kulit terpaksa sobek, jangan kecil hati. Nanti kalau sudah
diisi, bagian yang robek bisa dijahit. Ingat, lo, benangnya harus
benang kasur supaya kulit tidak sobek."

Ada dua macam teknik pencabutan tulang. Cara pertama dengan membelah
dada ayam. Yang kedua, mengeluarkan tulang ayam tanpa membelahnya
langsung disayat mengikuti kulitnya dari lubang leher. Dalam cooking
show kali ini dipilih cara yang pertama.

Sambil menyaksikan Erwin dan Urip mengeluarkan tulang, para peserta
asyik mendiskusikan benang kasur yang digunakan untuk menjahit ayam.
"Bagaimana bila benangnya benang jahit saja?" tanya seorang
pengunjung.

Benang jahit memang tidak disarankan untuk menjahit kulit ayam karena
tajam hingga menyobekkan ayam. "Kalau begitu bagaimana kalau benangnya
diganti usus," tutut seorang bapak, peserta demo. Begitulah diskusi
terus berjalan hingga suasana demo semakin hidup. Acara temu muka
begini memang dimaksudkan bukan cuma mendapatkan resep baru, tetapi
saling berbagi pengalaman antarpeserta.


MINTA ROTI LAGI

Meski semua peserta cukup senang dengan demo masakan pesta, toh, ada
saja yang ingin melihat dengan mata kepala sendiri cara membuat roti.
Karena tak tega menolak keinginan sebagian peserta, tim Sedap Sekejap
menggunakan waktu istirahat untuk membeli bahan pembuat roti hingga
siang itu menyelip acara demo roti.

"Karena tak ada persiapan untuk isi roti sobek, maka dengan sangat
menyesal, roti sobek siang ini tanpa isi, ya, Ibu-ibu," ujar pendemo.

Rasa antusias segera tersirat di wajah para peserta siang itu. "Wah,
bisa dipraktekkan untuk buka puasa, nih," tutur seorang peserta.
Kebetulan juga di stan Majalah Sedap Sekejap menjual beberapa bahan
untuk pembuatan roti. Jadi, selesai mendemokan roti sobek, stan Sedap
Sekejap langsung diserbu peserta untuk memperoleh resep roti dan bahan
pembuat roti.

Selain memperoleh ilmu, sejak pagi para peserta juga memadati
stan-stan yang berada di sekitar lokasi acara. "Wah ada celemek Sedap
Sekejap, lo," bisik seorang ibu kepada sesama temannya. Tak hanya stan
majalah kita tercinta ini saja yang didatangi pengunjung, Stan
Sariwangi dan Blue Band pun ikut dibanjiri pengunjung. "Mumpung
harganya lebih murah, Bu," kata mereka.

Tak kalah dari tiga stan tadi, stan Toko Buku Gramedia yang menjual
berbagai buku masakan dan majalah Sedap Sekejap dari nomor perdana pun
diminati peserta demo "Wah, untung ada nomor-nomor awal, ya. Susah lo,
mencari Sedap Sekejap yang awal," kata Ibu Eka dari Bekasi.

Puas memperoleh pengetahuan memasak dan berbelanja, para peserta juga
memperoleh kesempatan meraih berbagai door prize yang disediakan oleh
panitia. Padahal untuk bisa mendapatkan kesempatan membawa pulang
berbagai hadiah dari sponsor maupun Sedap Sekejap diperlukan
keberanian untuk dikerjai oleh MC Temon dan Cokky. "Ah, saya, sih,
rela saja. Yang penting bisa dapat hadiah dan resep baru!" ujar
seorang peserta yang baru memperoleh rezeki. sdp@Rika Eridani,
foto-foto: Rynol Sarmond

GRAND HYATT GELAR SINGAPORE SPECIALITIES

Selama 2 minggu, 17 Maret sampai 31 Maret lalu, Hotel Grand Hyatt
Jakarta menggelar Singapore Specialities. Sebelum resmi digelar, Sedap
Sekejap diundang untuk mencicipi beberapa jenis masakan yang akan
disajikan a la buffet di Grand Cafe.

Hidangan yang ditawarkan mulai dari umpan tekak, makanan utama, sampai
beragam dessert. Banyak makanan yang rasanya tidak asing di lidah
kita. Misalnya, Ayam Hainan, Hot and Sour Szechuan Soup, Ayam Cah Cabe
Kering, Sayur Lodeh, dan Singapore Fried Noodle. Maklumlah kita dan
Singapura tetangga dekat.

Untuk menyiapkan variasi makanan a la Singapura ini, Grand Hyatt
Jakarta sengaja mengundang Chef Albert Tan dari Grand Hyatt Singapore
supaya baik jenis maupun bumbu betul-betul sesuai aslinya. Kesempatan
ini juga digunakan Grand Hyatt untuk mengadakan undian bagi pengunjung
yang makan di sana dalam kurun waktu di atas. Pengunjung yang
beruntung akan mendapatkan tiket ke Singapura dengan Quantas Airways
dan menginap di Hotel Grand Hyatt Singapura. sdp@Rika

EKSPO PENDIDIKAN SMK SANTA MARIA

SMK Santa Maria menggelar Ekspo Pendidikan yang diikuti sekitar 40
peserta terdiri dari lembaga pendidikan dan lembaga usaha terkait,
26-27 Februari lalu. Kegiatan ini merupakan rangkaian peringatan
lustrum ke-6 yang akan jatuh pada Januari 2001 nanti. "Tujuannya untuk
mengatasi persaingan tenaga kerja yang akan semakin ketat saat pasar
bebas nanti," jelas Ny. J. Sudiyanti Massing, B.A., Kepala Sekolah SMK
Santa Maria.

Selama dua hari, di SMK yang terletak di jl. Ir. H. Juanda Jakarta
Pusat ini hadir sekitar 40 peserta ekspo yang terdiri dari dunia
pendidikan dan usaha terkait, seperti Akpar Trisakti, Akpar Sahid, GSP
International, Collezioni Fashion School, University of Cambridge,
hingga ASMI Santa Maria Yogyakarta yang hadir dengan informasi
pendidikan dan fasilitas yang dimiliki serta informasi dunia kerja
yang bisa dimasuki. Sementara dari kalangan usaha terdapat PT.
Indofermex, Metlife Sejahtera, Cambridge Travel tour, PT. AVON, hingga
majalah Sedap Sekejap.

Pada kesempatan itu juga diadakan pertemuan antara 14 Kepala Sekolah
SMK negri dan swasta se-DKI Jakarta yang membahas program-program yang
akan diadakan untuk meningkatkan kualitas para pendidik dan mempererat
kerja sama antar-SMK negri dan swasta untuk menghadapi era pasar bebas
nanti. sdp@Miftakh

FESTIVAL OF THAI CUISINE DI HOTEL LE MERIDIEN

Hotel Le Meridien Jakarta bekerjasama dengan Thai Airways dan Hotel Le
Royal Meridien Bangkok menggelar aneka makanan khas Thailand dalam
Festival of Thai Cuisine yang berlangsung di Lemon Grass Restaurant,
25 Februari - 5 Maret 2000 yang lalu. Sekitar 40 menu makanan Thailand
lahir dari kerja sama Executif Chef Le Meridien Jakarta Brice Borin
dan 2 Chef dari Hotel Le Royal Meridien Bangkok, Orrawan Matman dan
Jularat Inkhum.

Masakan tersebut antara lain, Gai Hor Baye Toey (ayam yang diasinkan
dalam bungkusan daun pandan), Tord Man Goong (sejenis gorengan udang
dengan rasa yang manis), Yam Nua Yang salad (daging sapi bakar pedas
dengan sayuran segar), Gaeng Masaman Nua (daging sapi dengan saus kari
masaman), dan Pla Sam Rotte (ikan teri dalam tiga rasa).

Acara ini dibuka oleh General Manager Hotel Le Meridien Jean Louise
Ripoche dan duta besar Thailand, Semphand Kokilanon. Dalam kesempatan
itu pula ditampilkan secara langsung mengukir buah dan syuran ala Thai
yang membuat puluhan pengunjung terpana. Kegiatan ini merupakan acara
tahunan yang digelar Hotel Le Meridien Jakarta, khususnya Lemon Grass
Restaurant yang menggelar masakan-masakan khas dari negara Asia
Tenggara. sdp@Miftakh

Food And Hotel Indonesia 2001

Ajang Untuk Lihat Trend Kuliner Saat Ini

Meski puasa tengah berlangsung, toh, Sedap Sekejap tetap setia
mengunjungi pencintanya. Kali ini kami bertatap muka dengan pembaca
daerah Bekasi dan sekitarnya. Dalam acara Cooking Show itu kami
menggelar alternatif hidangan pesta sesuai dengan kebutuhan kita pada
waktu itu.


Mencari hidangan pesta di hari Natal, Lebaran atau Tahun Baru boleh
jadi tidak sulit. Tetapi mencari hidangan yang lezat, tidak
membosankan dan ditambah dengan embel-embel unik, pasti sulitnya minta
ampun. Bertolak dari situlah tim kuliner Sedap Sekejap mengulang
kesuksesan Food & Hotel Indonesia 1999, 21-24 Februari 2001 lalu,
bertempat di Hall A PRJ Kemayoran digelar kembali 6th International
Hotel, Catering Equipment, Food & Drink Exhibition. Meski tak sebesar
pameran serupa yang diadakan setiap tahun di Singapura, toh, kita tak
kekurangan peserta dari luar negeri seperti Malaysia, Australia,
Amerika, sampai Italia.

Acara ini betul-betul memberi informasi lengkap bagi orang-orang yang
bergerak di bidang kuliner. Entah itu para chef, para pemilik toko
roti, kue, atau restoran, juga para pengamat kuliner.

Tak kurang dari 200 pengusaha lokal maupun luar negeri ikut serta
dalam pameran yang digelar di area yang cukup luas itu. Masing-masing
perusahaan menawarkan atau memperkenalkan produk-produknya yang
terdiri dari antara lain bahan-bahan kue, mesin-mesin pembuat kue,
mentega, cokelat, buah-buah kalengan, troli, biskuit, dan mesin
pembuat es krim serta es batu. Tentu tak ketinggalan berbagai
perangkat hidang.

Pameran yang berlangsung hanya 4 hari itu segera dipadati para pemilik
toko kue dan roti, chef hotel, serta mahasiswa jurusan perhotelan.
Mereka datang tidak hanya untuk membeli bahan dan alat-alat yang
kebetulan dijual lebih murah saat itu, tetapi terutama untuk melihat
kemajuan dan perkembangan dunia kuliner saat ini.

Perkembangan dunia kuliner dari segi bahan maupun teknologi memang
boleh dibilang cukup pesat. Ada saja bahan-bahan kue baru yang dapat
membuat kue lebih enak, lebih cantik, dan lebih praktis dalam
pembuatannya.

TEKNOLOGI DAPUR

Mesin pengolah makanan yang cukup mendapat perhatian pengunjung adalah
mesin pembuat bun. Tentu saja ini merupakan mesin besar yang sengaja
dipamerkan produsennya untuk bakeri kelas kakap dengan omzet besar.

Kerja mesin ini amat praktis dan membuat kita tidak perlu menyediakan
tenaga kerja yang banyak. Kita tinggal membuat adonan toti dan
memasukkan dalam mesin. Abrakadabra! Sudah terbentuk bun sesuai selera
kita. Bisa panjang atau pendek, bisa bulat atau lonjong, sesuai dengan
tombol yang kita tekan.

Mesin ini juga canggih digunakan untuk membuat bakpao. Demikian
praktisnya kerja sang mesin, hingga begitu keluar bakpao sudah
berbentuk cantik siap dikukus. Jangan tanya harganya. Selangit!
Kecuali Anda memang pengusaha bakpao yang setiap hari menjual ribuan
atau paling tidak ratusan bakpao.

Kecuali mesin, segudang peralatan pendukung dapur bakeri dan hotel
juga digelar di situ. Mulai dari mikser, oven gelombang mikro, sampai
oven untuk berbagai jenis keperluan. Rata-rata dengan keistimewaan
masing-masing. Yang satu menawarkan oven untuk pastry lengkap dengan
blowernya hingga menghasilkan pastry yang renyah. Yang lain lagi oven
kecil yang sekaligus bisa berfungsi sebagai steamer. Oven lengkap
seperti ini dikeluarkan oleh Elektrolux. Meski mini, harganya sudah
mencapai 17 juta rupiah!

Soal teknologi, Indonesia tak ketinggalan. Kalau kita cermat, ada saja
teknologi baru. Salah satunya dari Excelso Indonesia. Produsen kopi
ini berhasil menciptakan sebuah mesin giling kopi sekaligus membuatnya
menjadi sajian kapucino. Kita tinggal menambah gula sesuai selera
kita. "Harganya relatif murah. Kalau mesin kapucino buatan Itali bisa
sampai sekitar 10.000 dolar Amerika. Mesin buatan Jawa Timur ini hanya
3.000 dolar Amerika," jelas penjaga stan Excelso.

Bukan cuma teknologi mesin yang dipamerkan di festival ini. Teknik
membuat roti dan teknik membuat kue juga bisa kita lihat di sini.
Tentu saja tujuannya antara lain memperkenalkan atau menjual bahan
dasar kue atau roti.

LOMBA DAN CERAMAH

Di sela-sela acara pameran, juga diadakan aneka ceramah dan seminar.
Sebagian acara memang digelar
para produsen untuk para undangan khusus. Yang tak kalah menarik dan
menjaring peminat pengunjung, terutama praktisi perhotelan adalah
digelarnya acara Salon Culinaire. Di ajang ini para chef berbakat dari
seluruh Indonesia beraksi menampilkan masakan serta tatanan yang
menarik untuk diperlombakan.

Dalam FHI 2001 kali ini, Salon Culinaire menampilkan antara lain lomba
menghias tumpeng, ice carving, membuat hiasan janur hingga black box
culinary challenge. Walupun terbuka untuk peserta dari seluruh
Indonesia, peserta kali ini lebih banyak diikuti oleh chef dari
Jakarta dan sekitarnya.

Namanya juga yang ikut lomba adalah chef yang sudah terbiasa berurusan
dengan memasak dan menghias sajian, jadi tampilan sajian yang
diperlombakan pun bentuknya cantik dan menarik. Rasanya sayang kalau
harus menyantapnya. Salah satu perlombaan yang banyak penontonnya
adalah pada saat Ice Carving Individual. Para penonton terkagum-kagum
atas kelihaian dari para chef yang andal mengukir balok es menjadi
patung. Salah satunya adalah episode Ramayana.

WINE INDONESIA

Tak hanya negara Eropa yang menyajikan anggur, lo. Indonesia tak mau
kalah dengan eksibitor anggur asal Peru dan Afrika Selatan yang
belakangan mulai dikenal dunia. Indonesia juga memiliki industri
anggur, tepatnya di Bali. Berbahan baku anggur Bali, para putra Bali
mampu membuat, mengemas, dan menjual berbagai jenis minuman anggur
yang bisa dinikmati para penggemar anggur. Bagi penggemar fine food,
kesempatan mencicipi anggur buatan Bali ini tentu tak dilewatkan.

Ada anggur pasti ada keju. Dalam acara ini, tak banyak perusahaan yang
menawarkan makanan bercita rasa asin ini. Tapi ada beberapa importir
yang memperkenalkan berbagai keju yang populer di dunia seperti
Chamembert sampai Blue Cheese.

Untuk menunjang pengenalan anggur dan keju, dalam FHI diadakan pula
seminar dengan tempat terbatas, Wine and Cheese of France. Dalam
seminar yang diadakan pada 23 Februari 2001 ini membahas tentang cara
pembuatan anggur dan keju sampai mengenal keju dan anggur yang baik
dan serasi untuk disajikan.

HARI TERAKHIR

Hari terakhir pengunjung makin bertambah. Tampaknya beberapa stan
memang tidak menjual barang-barangnya secara eceran di awal pameran.
Barang yang dibeli tak cuma perangkat hidang, tetapi juga makanan siap
santap.

Pada hari terakhir juga, para eksibitor sudah tak lagi pelit dalam
membagikan sample kepada pengunjung. "Soalnya kalao diobral di awal
acarananti di hari terakhir sudah tak ada sampel yang bisa dibagikan,"
ujar seorang penjaga stan sambil tersenyum.

Ya, di FHI ini banyak sekali eksibitor yang membagikan sampel dari
barang yang mereka pamerkan. Mulai dari cokelat, kue-kue, roti, sosis,
sampai aneka jus. Bahkan tak sedikit eksibitor yang membagikan
berbagai cendera mata seperti poster sampai tas belanja. Tentu saja
para pengunjunglah yang paling diuntungkan. Sampai-sampai sempat
terdengar celetukan dari pengunjung, "Wah, enggak perlu makan siang,
nih!" sdp@Rika Eridani, foto-foto: Rynol Sarmond

R E S T O K E R E S T O

Brazil Churrascaria
aneka barbeque asal Brazil

Seja Bemvindo! Ucapan yang berarti "selamat datang" ini akan terdengar
saat kita melangkahkan kaki ke dalam resto berdekor hutan Amazon ini.
Sementara para pelayan berkostum ala Brazil berdiri dengan ramah
menyambut para tamu. Inilah suasana Brazil Churrascaria, resto cantik
yang menawarkan hidangan khas Brazil. Diam-diam restoran ini sudah
berdiri sejak November 1996. Letaknya di Lantai I Plaza Mandiri,
Jakarta Selatan.

Seperti di negeri asalnya, Brazil, Restoran Churrascaria Jakarta ini
juga menyediakan aneka barbeque. Hampir 80 persen menunya berupa aneka
panggang-panggangan. Tetapi di luar menu panggang-pangganan, Anda juga
bisa memilih hidangan siap saji dalam meja buffet mereka. "Ya, makanan
Brazil juga identik dengan sajian buffet. Makanya untuk makan siang
dan malam selalu ada sajian buffet dengan 20 macam masakan," ungkap
Dian Rahmawati, Sales & Marketing Executive Brazil Churrascaria.

Menu yang ditawarkan dibuat sesuai aslinya. Untuk itu mereka khusus
mengimpor chef dari sana. Meskipun sang koki asli Brazil, toh,
hidangannya bisa kita terima karena pada dasarnya bumbu yang digunakan
tak jauh beda dengan bumbu kita. "Maklumlah sama-sama negara tropis,"
tambah Dian.

Untuk hidangan pembuka, tersaji salad dengan aneka pilihan dressing
khas Brazil. Sementara makanan utamanya, bisa Anda pilih Arroz Maluco
yaitu nasi goreng Brazil atau Pastel de Carne. Favorit menu lainnya
adalah paket Rodizio. Paket ini menawarkan daging panggang yang dibawa
dan disajikan langsung di atas piring kita oleh para Passsadors
(waiter khusus pembawa panggangan daging berupa ikan, daging sapi,
atau kambing). Untuk penutup hidangan, Anda bisa mencoba Pave dan
tiramisu Brazil.

Hidangan tersebut memang pas di lidah kita. Bumbu bawang putih dan
garam cukup terasa dalam beberapa hidangan. Toh, pencinta hidangan ini
tak kurang-kurang. "Kalau hari libur biasanya yang datang kebanyakan
keluarga. Di hari kerja lebih banyak eksekutif yang bekerja di sekitar
wilayah SCBD (Sudirman Central Bussines District, Red,)," terang Dian.

Tarif buffetnya relatif terjangkau yakni Rp. 29.000 untuk hari biasa
dan Rp 34.000 untuk weekend. Di akhir minggu ini kita bisa memperoleh
aneka hidangan dari salad, makanan utama, sampai penutup. Suasana di
penghujung minggu memang lebih ramai. Saat ini mata Anda juga
dimanjakan dengan gerakan dinamis penari Samba yang mengajak kita
larut menikmati suasana makan malam ala Brazil. "Sebelum krismon, kita
sempat mendatangkan penari asli dari Brazil, lo," kenang Dian. Ingin
berkunjung? Di hari kerja, Brazil Churrascaria buka dari jam 11.00
sampai 22.30, sedangkan di weekend, kita bisa hang out hingga pukul
24.00. sdp@Rika, foto-foto: Rynol Sarmond

Cook For Mom
WUJUD TERIMA KASIH SEMBARI BELAJAR MASAK

Hari Minggu, 14 Mei 2000 lalu, dapur restoran Italia il Mare yang
terletak di Hotel Mulia, Jakarta diserbu oleh puluhan koki cilik
amatiran. Tentu saja mereka bukan koki betulan. Usianya saja berkisar
3,5-12 tahun, tetapi cara kerja mereka boleh jadi cukup mencengangkan
kalau dihubungkan dengan usia mereka.

Anak-anak yang tiba-tiba menjelma jadi koki ini adalah peserta acara
Cook for Mom yang sengaja diadakan Hotel Mulia untuk memperingati hari
ibu (secara internasional) sebagai bentuk apresiasi dan terima kasih
anak kepada sang ibu lewat masakan.

"Acara ini memang ide baru. Hotel Mulia berusaha menyediakan satu
media dan kesempatan kepada anak-anak untuk mengungkapkan kasih sayang
mereka pada ibu mereka. Mungkin acara seperti ini belum terpikirkan
dan tidak memungkinkan dilakukan pada hari biasa," jelas Arum K.
Prasodjo Public Relations Officer Hotel Mulia.

Acara yang dilaksanakan selepas makan siang ini, diikuti oleh 27 anak,
laki-laki dan perempuan. Untuk bisa mengikuti acara ini, satu keluarga
yang terdiri dari satu anak dan dua orang tua membayar seharga Rp. 250
ribu. Untuk penambahan anak dikenakan biaya Rp. 50.000 per anak,
sedangkan untuk orang tua seharga Rp. 100.000 per orang.

Para koki cilik sudah tampak antusias sejak didandani dengan pakaian
ala chef. Mereka digiring memasuki dapur dan belajar membuat Potato
Gnocchi with Tomato and Cream, Chocolate Profiteroles, Ricotta Cheese
Ravioli with Tomato Sauce dan Milk and Fruit Shakes.

Seakan memperoleh mainan baru, mereka tampak asyik menggarap resep
istimewa tadi. Tidak seorang anak pun berlari-lari di dapur yang
relatif luas itu. Hanya celoteh mereka yang ramai terdengar, sementara
tangan mereka mengerjakan adonan sesuai dengan instruksi chef Hotel
Mulia.

Kedua puluh tujuh anak tersebut dibagi menjadi empat kelompok. Mereka
semua digilir untuk bisa membuat keempat masakan tadi. Sementara
mereka sibuk dengan masakan istimewanya, Chef Gabriele Noe dari Italia
menyiapkan menu spesial untuk orang tua sang koki cilik.

Para orang tua memang ditempatkan di restoran il Mare, tidak bergabung
bersama anak-anak di dapur. Sore itu Chef Gabriele menghidangkan
Smoked Salmon-Shrimp Mascarpone Savory Cheese with Fire Roasted Pepper
Oulis and Garlic Aioli, Mushroom Crusted Tuna Medallion with Potato
Springroll and Blakened Yabbies Sauce dan Chocolate and Apple Strudel
with Pineapple Sherbet. Sementara hidangan yang dibuat para koki cilik
akan dibawa pulang agar orang tua mereka bisa mencicipi hasil karya
anak-anak mereka.

Acara yang cenderung baru ini ternyata disukai oleh anak-anak maupun
orang tua, seperti komentar Livia (7) yang datang bersama adiknya,
"Mama yang daftarin. Saya, sih, senang saja. Nanti makanannya untuk
mama sama papa. Soalnya mereka, kan, sayang sama saya," tutur siswi SD
Tirta Marta ini.

Orang tua sendiri pendapatnya cukup positif, walau harus membayar
banyak untuk bisa mengikuti acara ini. "Saya kira ini bagus, ya,
karena anak-anak terutama yang perempuan, kan, bisa mulai mengenal
dapur tanpa rasa terpaksa. Mereka jadi tahu, dapur bisa jadi tempat
yang fun buat mereka," ujar Ibu Wenny Nasution, yang dua putrinya
mengikuti acara siang itu.sdp@Rika Eridani, foto: Veri Valensi

Artis-artis Bisnis Brownies
USAHA ISENG YANG JADI LARIS


Tak kurang dari Meriam Belina, Robby Sugara, sampai istri Gito Rolies
terjun membuka usaha brownies. Kue cokelat kecil dari cokelat ini
memang tengah digemari banyak orang. Hingga tak heran kalau usaha yang
dimulai mereka secara iseng atau sekadar membuktikan kemampuan
berusaha ini, berkembang pesat.

Meriam Bellina:
INGIN DIKENAL SEBAGAI MADAME BROWNIES

Awalnya rasa tidak puas terhadap kafe tenda artis yang marak berdiri
pada pertengahan 1998 lalu. "Usaha ini merupakan bentuk protes saya,"
ujar Mer, panggilan akrabnya, ketika ditemui Sedap Sekejap di
sela-sela syuting sinetron di kawasan Cibubur.

Mer merasa berdirinya kafe tenda artis memukul para pedagang kecil.
Karena itulah ia berusaha memperlihatkan pada teman-temannya bahwa
artis tidak perlu membuat kafe tenda yang bisa mengancam penghasilan
pedagang kecil. "Kalaupun membuka usaha jangan yang mengancam pedagang
kecillah," begitu alasannya.

Lalu kenapa memilih brownies? "Soalnya brownies waktu itu masih aneh
dan memiliki kelas atau level tersendiri. Brownies biasanya dijual di
toko-toko tertentu yang memiliki kelas tertentu dan dikonsumsi
kalangan menengah ke atas," papar ibu beranak dua ini. Tetapi bukan
itu saja alasan brownies yang dinamainya Bellina's ini dipilih sebagai
usaha. Meriam memiliki resep keluarga yang enak sekali. Resep sang
papi tersebutlah yang digunakannya untuk memulai usaha brownies
miliknya.

Meski memiliki resep yang bisa diandalkan, Meriam tidak dengan
serta-merta berjualan brownies. "Konsepnya saya buat matang dulu. Baik
dari pembuatan, pengemasan, hingga logo yang digunakan. Soalnya ada
misi khusus untuk diperlihatkan pada teman-teman artis lainnya,"
ungkapnya.

Sekitar bulan Agustus 1998 ia mulai memperkenalkan browniesnya pada
masyarakat luas. Ia sengaja terjun langsung menjual brownies di
bazar-bazar yang ada di berbagai mal di Jakarta kecuali juga membuka
outlet Bellina's di Pasaraya Blok M dan Pasar Festival di Kuningan.

Saat ini ada 4 rasa yang dibuatnya, capuccino, kismis, cokelat dan
keju. Khusus brownies rasa keju dijual Rp. 28 ribu per dus. Jenis
lainnya dijual dengan harga Rp. 23 ribu. Harga sejumlah itu relatif
murah mengingat bahan cokelat, keju, dan almon dibeli dari luar
negeri.

"Khusus untuk keju, saya sempat berganti 3 kali karena bahannya sangat
mahal. Dulu sebotol kecil keju impor seperti cheesespread saja
harganya 78 ribu. Apalagi setelah krismon," ujarnya. Brownies tersebut
dijual dalam ukuran besar dalam kardus berwarna emas bertuliskan
Bellina's dan potongan kecil. Kadang saat peristiwa tertentu Mer
membuat bentuk khusus. Misalnya, saat Valentin lalu, ia membuat
brownies bentuk hati yang menurutnya sangat laris.

Kalau kembali pada tujuannya semula, Meriam sudah bisa membuktikan
kesuksesan usahanya pada rekan-rekannya sesama artis. "Kadang saya
bisa, lo, memproduksi sampai 700 brownies," kata Mer bangga menyebut
angka produksi tertingginya.

Kesuksesannya membuatnya berniat meluaskan usahanya. Baik dari rasa
maupun pemasaran. "Nanti akan lahir rasa yang baru, bentuk yang baru
juga pemasarannya meluas di kota besar lainnya," tutur Mer.

Michele Sugito : MENGIMPOR LOYANG

Usaha brownies juga dilakukan oleh Michelle Sugito, istri Gito
Rollies. Meski awalnya iseng, toh, usahanya juga terus berkembang.
Resep kuenya itu diperolehnya saat menyelenggarakan kegiatan sosial
bersama American Woman Association (AWA). Dalam kegiatan tersebut
Michelle kebagian membuat brownies. Sampai sekarang resep itulah yang
digunakan untuk berjualan.

Tentu saja waktu itu belum terpikir oleh Michelle untuk membuka usaha
brownies. Karena resep itu memang enak, ia sering membuatnya untuk
keluarga atau hadiah bagi teman-teman. Rupanya teman-temannya pun
menyukainya dan menyarankan Michelle untuk berjualan brownies.

"Tadinya saya enggak mau, tetapi setelah dipikir-pikir kenapa tidak
saya coba. Eh, tahunya jadi lumayan serius. Saya juga senang bisa
mengembangkan usaha ini. Soalnya bisa menghasilkan uang tanpa harus
meninggalkan perhatian untuk keluarga," papar Michelle.

Untuk menjaga kualitas, Michelle mengimpor semua bahan bahkan sampai
loyang pun dikirim oleh ibunya. "Loyang lokal terlalu tipis hingga
hasilnya nanti kurang bagus. Tetapi untuk cokelat saya pakai cokelat
asli Indonesia.

Kini usahanya sudah berjalan 2 tahun. Ia dibantu oleh 3 orang
karyawan. Karena itulah bila ada pesanan ia sudah harus bekerja sejak
subuh. "Kecuali karena harus bikin sendiri, juga karena sekitar pukul
10.00 saya mengajar di Sekolah Global Jaya. Makanya saya tidak
melayani pesanan tiba-tiba. Pesanan harus dilakukan sehari sebelumnya
," terang Michelle yang sehari bisa membuat 5 -20 loyang brownies.

Tetapi, lanjut Michelle, di bulan puasa pesanannya bisa mencapai 100
brownies sehari. "Wah, kalau sudah begitu capeknya minta ampun,"
katanya tertawa.

Saat ini ada 3 rasa yang diproduksi Michelle, yaitu classic chocolate,
kayumanis plus kismis, serta lemon. Semuanya tersedia dalam dus kecil
dengan harga Rp. 30 ribu dan dus besar yang harganya Rp. 45 ribu. Tiap
jenis brownies juga memiliki penggemar tersendiri. "Kalau yang punya
lidah Eropa, Indo, atau minimal pernah tinggal di sana lebih suka yang
lemon atau kayumanis. Sedangkan orang Indonesia dan anak-anak umumnya
suka yang cokelat," jelas Michelle.

Untuk memasarkan browniesnya Michelle masih mengandalkan mulut ke
mulut atau lewat berbagai bazar. Tetapi Juni tahun ini ia berniat
membuka toko di Kemang yang khusus menjual brownies, roti, atau kue
bikinannya sendiri. Sementara sekarang ia cuma mengandalkan sopirnya
yang setia untuk mengantarkan pesanan ke mana-mana. Namun, toh, sang
sopir pun sudah mulai protes."Habis makin hari pelanggannya makin
jauh, sih."

Robby Sugara : MENJAMIN MUTU

"Saya tertarik bisnis brownies karena terpikat rasanya ketika
mencicipi pertama kali. Waktu itu istri saya bawa oleh-oleh brownies
Prima Rasa dari Bandung. Karena enaknya, tiba-tiba saja langsung
muncul ide untuk memasarkan brownies Prima Rasa Bandung di Jakarta,"
papar Robby Sugara di sela-sela pemotretan.

Belum lagi niatnya kesampaian, Meriam Bellina sudah mendahului bisnis
brownies. "Jadi, kita tunda dulu. Takut dikira ikut-ikutan," kata
Robby. Namun setelah istrinya Gito Rollies jualan brownies juga, Robby
pun semakin berani mewujudkan keinginannya. Toh manusia se-Jakarta kan
banyak, pikirnya waktu itu. "Enggak mungkin, kan, mereka bisa melayani
semua. Bagi-bagi rejeki sajalah."

Maka Robby pun membuka beberapa outlet yakni di ITC Mangga Dua dan
Gelael Pancoran. "Tadinya ada dua lagi, tapi keduanya terpaksa saya
tutup karena sesuatu hal," cetus Robby yang menyukai brownies rasa
rhum and raisin ini. Di tiap outletnya selalu tertera embel-embel,
"special order Robby Sugara". Apakah memang brownies Prima Rasa
Bandung berbeda dengan Prima Rasa yang dijualnya? "Bedanya karena saya
yang jual, he he he...," kekeh bapak tujuh anak ini.

Robby menjamin brownies Prima Rasa sangat lezat dan bermutu tinggi.
"Nggak mungkin saya menjual barang kalau rasanya enggak enak. Nama
saya, kan, jadi taruhan. Harganya juga enggak terlalu mahal, hanya
beda 20 persen dari harga Prima Rasa yang di Bandung. Yakni berkisar
antara Rp. 17.500 sampai Rp. 24.000 per dusnya," ujar artis yang
sedang menyelesaikan syuting sinetron Ingin Kumiliki ini.

Keseriusan Robby dalam usaha ini terlihat dari seringnya ia nongkrong
di outletnya. "Terutama kalau saya sedang tidak ada syuting. Hasilnya,
penjualan jadi ikutan naik, lo," katanya. Robby berharap keadaan
perekonomian makin baik. "Kalau kita sudah benar-benar terlepas
krisis, pasti tingkat konsumsi naik. Jadi makin banyak yang beli
brownies." sdp@Miftakh/ Rika
Foto-foto : Veri, Rynol, dok. NOVA

R E S T O K E R E S T O


KLUB 45
Makan enak Sambil Menikmati
Suasana Tempo Doeloe

Apa yang kita cari saat mengunjungi kafe? Selain hidangan yang lezat,
tentu saja suasananya. Keinginan para pecinta kafe ini tampaknya
dibaca oleh Ade W. Said, pemilik Klub 45. memasuki kafenya betul-betul
membuat kita terlontar ke masa lalu. Dari luar saja sudah terlihat
bangunan kuno khas Belanda. Kalau Anda masuk ke dalamnya, unsur "tempo
doeloe"nya makin kental lagi.

Tegel yang digunakan misalnya, bukan marmer Itali atau keramik, tetapi
tegel biasa yang usinya sudah cukup tua. Foto-foto hitam putih dengan
tema perjuangan yang tergantung di sepanjang dinding, turut membangun
suasana kuno tadi. Tak hanya itu, kafe ini menyajikan suasana kamar
tamu sebuah rumah. "Makanya kursi atau sofa yang kita pilih seperti
sofa yang biasa kita duduki di rumah," terang Ade W. Said.

Di kafe yang sudah buka sejak tahun 1998 ini kita bisa menyantap aneka
hidangan khas Indonesia seperti Nasi Rawon Iga Sapi "Arek-arek", Nasi
Tjampoer Bali "Bli Made", atau Soep Boentoet. Tetapi Anda yang gemar
masakan Cina pun ikut dimanjakan di sini. Lihat saja hidangan khas
kafe ini. Misalnya, Steak Djoe-Djoe "Nara" atau Nasi Tim "Tante
Liang".

Jangan kaget kalau selera makan Anda menjadi tinggi di sini. karena
selain interior yang digambarkan di atas, masakan lezat, perasan Anda
juga ikut terbuai akibat lagu-lagu Evergreen atau lagu slow. Pada
happy hours, kita juga bis amendengarkan alunan piano dimainkan live.
Begitu juga di malam hari, Anda akan ditemani iringan piano atau
alunan musik jazz.

Meski dibangun untuk bernostalgia, kafe ini tetap dibanjiri kaum muda.
"Justru yangbanyak adalah para eksekutif sampai anak-anak kuliahan.
Saya juga surprise karen mahasiswa manyukai suasana Klub 45," ungkap
Direktur Utama klub 45.

Buka tiap hari, dari pukul 12.00 sampai pukul 24.00 dan sampai 02.00
pad ahari Sabtu, Minggu atau hari libur. Klub 45 tak hanya mengajak
kita bernostalgia lewat foto-foto masa perjuangan yang menjadi
dekorasi atau lewat makanan lezatnya saja. Di sini kita akan mendapati
suasana yang akrab dan nyaman. sdp@Rika, foto-foto: agus T.F.

R E S T O K E R E S T O

DUTCH CORNER,
Resto ala Belanda di Pinggir Danau

Resto yang khusus menampilkan aneka masakan Belanda ini berlokasi di
Taman Ria Senayan Jakarta. Beberapa tahun yang lalu, lokasi Dutch
Corner sebenarnya lebih dikenal sebagai salah satu kafe gaul anak-anak
muda Jakarta. Berbagai acara remaja ataupun panggung live musik
seringkali diadakan di kafe tersebut.

Sekarang eks Cafe Automobili Lamborghini tersebut berganti wajah.
Sebagian menjadi My Club, semacam klub untuk hang out. Satunya lagi,
terletak di depannya, Resto Dutch Corner. Mendengar namanya, kita
segera tahu resto tersebut menyajikan makanan dari Belanda. Tak
sekadar makanannya sebetulnya, "Bahkan 70 persen bahannya pun kami
datangkan dari Belanda. Begitu pula dengan peralatan makan," jelas
Yayuk Yulia Bukit, Restaurant Manager Dutch Corner. Hanya untuk
interior mereka menggunakan jasa artis dalam negeri. Tetapi tentu
penataan tetap berkiprah pada negeri Kincir Angin.

Apa yang dijagokan resto cantik ini? Namanya agak sulit buat lidah
kita, Tournedo Mozaiek, yakni paduan steik ikan salmon dan ikan schol.
Tentu ada jenis steik lain seperti grilled chicken teriyaki, atau zee
tong. Masakan Indonesia atau luar negeri Belanda pun tersedia di sini
seperti nasi lengkap Bali yang terdiri dari nasi, empal, ayam balado,
sate ikan, telur pindang, dan rempeyek. Masih berjenis nasi, anda juga
bisa menyantap nasi ayam hainan. Untuk makanan penutup tersedia
beberapa pilihan, mulai dari es puter, aneka poffertjes, puding,
tiramisu, hingga milkshake.

Kalau kurang menyukai makanan berat, Dutch Corner juga menyediakan
aneka kudapan ringan, tetapi cukup mengenyangkan. Kudapan favorit
mereka antara lain kroket dan frikadel dengan pilihan kip (ayam), bief
(sapi) dan vis (ikan). Selain itu, Anda bisa mencoba salah satu jenis
super fries. Selintas serupa
kentang goreng yang biasa tersedia di fast food. Tapi kalau sudah
mencicipi rasanya, ternyata berbeda. Kentang goreng ini dibumbui
khusus. Karena keunikan rasanya itu, Dutch Corner menyediakan tempat
khusus untuk menjual super fries. Letaknya di depan pintu My Club,
berseberangan dengan resto Dutch Corner. Selain melayani take out,
gerai ini terbuka untuk para pembeli. Jadi, kita bisa menyaksikan
proses pengolahan hingga siap hidang.

Untuk menyertai segala hidangan tadi, disedakan jua bermacam-macam
minuman, dari sekadar soft drink , kopi, teh, dan juice. Anda bisa
menikmati semua ini dari pukul 11.00 hingga pukul 23.00.

Resto ini dibuka berawal dari hobi makan dan memasak sang pemilik .
"Kebetulan pula beliau pernah bersekolah di Belanda. Dan restoran yang
menyediakan hidangan dari negeri Tulip ini, kan, masih sedikit,"
ungkap Yayuk.

Walau tempatnya mungil, Dutch Corner bisa juga menampung berbagai
acara seperti acara ulang tahun, rapat, atau arisan. Asalkan tak lebih
dari 100 orang. Kalau lebih, "Biasanya kami bekerja sama dengan My
Club. Karena pada dasarnya ruangannya bisa disatukan," kata Yayuk.

Kalau Anda berminat makan di sini, ada beberapa meja favorit. Selain
di teras yang menghadap Taman Ria Senayan, ada satu meja di pojok
dekat jendela menghadap danau. Cocok untuk minum teh sore hari bersama
orang terkasih. sdp@Rika, foto-foto: Rynol Sarmon

Laporan dari Cooking Show Bandung

Belajar Roti & Pastry
Sembari Rebutan Bahan Kue

Tiada hal yang lebih menggembirakan bagi seluruh awak Sedap Sekejap
selain berjumpa dan berkenalan dengan pembaca tercinta. Setelah
beberapa waktu lalu sempat berkenalan dengan pembaca yang berdomisili
Jakarta, kini kami datang ke Bandung. Sama dengan di Jakarta, kali ini
pun kami menggelar cooking show.

Juga seperti di Jakarta, di kota Kembang ini kami pun dibanjiri
pengunjung. Sampai-sampai awak kami sendiri terpaksa berdiri sepanjang
acara karena tidak kebagian duduk. Dengan mohon maaf, beberapa pembaca
pun terpaksa tidak beroleh tiket karena tempat yang tersedia tidak
lagi memungkinkan.

Cooking show yang digelar di Hotel Preanger Bandung, 9 September 2000
lalu itu bertema Aneka Roti dan Pastry. agaknya tema yang digelar
bagaikan gayung bersambut saja. Itu makanya, meski acara dimulai pukul
09.00, sejak pukul 7.30 satu dua pengunjung sudah menampakkan
wajahnya. "Takut kalau dapat tempat yang jauh. Nanti tidak bisa lihat
detilnya," ujar serombongan ibu-ibu asal Bandung.

Yang lebih menggembirakan lagi, peserta yang hadir bukan melulu datang
dari Bandung dan sekitarnya, tetapi juga dari wilayah jabotabek.
"Mumpung cuma Bandung, kan masih dekat. Apalagi resep yang akan
didemokan berbeda dengan resep di Jakarta dulu," ujar seorang Ibu yang
mengaku berangkat subuh dari Bekasi.

Di pagi yang cerah itu rombongan Sedap Sekejap membawakan 4 macam roti
dan 2 macam pastry, yaitu roti sobek ala Pizza, roti kukus isi ayam
ala Sechuan, Ensaymada (roti ala Philipina), roti goreng isi oncom,
danish isi apel, dan pia isi gula merah.

Selain langkah-langkah pembuatan roti dan pastry, dalam acara ini
banyak pula ditampilkan teknik pembuatan berikut tipnya agar tidak
gagal. "Kunci membuat roti," kata Semijati Purwadaria pembawa demo
saat itu, "terletak pada cara menguleni roti. Adonan harus betul-betul
elastis," tandasnya sambil menanyakan kepada para pengunjung
bagaimanakah adonan yang elastis itu. Para pengunjung pun dengan
serta-merta menjawab. "Itu, lo, harus bisa seperti kulit martabak
telur. Kalau ditarik tidak robek," kata seorang pengunjung.

Tetapi tentu suksesnya pembuatan roti tak cuma saat menguleni.
"Sebelum dibentuk, jangan sayang mengempiskan adonan yang sudah
mengembang agar pori-pori roti tidak besar-besar," tambah Semy yang
saat itu berdemo bersama Urip Santoso, Erwin Kuditawati, dan Sandi
itu.

Selain tip mengenai pembuatan roti dan pastry, Ibu Semy juga
memberikan sejumlah 'pelajaran' tentang obat-obatan pengempuk dan
pengembang roti. "Hati-hati! Pemilihan obat untuk roti tidak bisa
sembarangan. Karena ada, lo, bahan pengembang roti yang mempergunakan
bahan bromide,"jelas Pemimpin Redaksi Sedap Sekejap ini.

Sambil melihat langkah pembuatan kue, para peserta tak dilarang untuk
langsung mengajukan pertanyaan jika sekiranya ada yang belum jelas.
Walaupun banyak yang mengulang pertanyaan atau tema yang sudah
dijelaskan, dengan sabar para awak Sedap Sekejap melayani semua
pertanyaan. "Sudah jadi kewajiban kita untuk berbagi ilmu," kata Urip.

Ketika diminta mengulang membuat kulit pia, Urip pun tak segan
memperagakan kembali cara melipat kulit pia yang menurut sebagian
orang memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi. "Sebaiknya adonan
dilipat dan digiling satu per satu bukan sekaligus supaya
penggilingannya mudah. "Kalau tidak ahli , penggilingan sekaligus
kadang membuat kulit tampak seperti sawah retak." Pengovenan pun kerap
bikin bencana saat pembuatan roti. "Pengovenan roti sebaiknya tidak
lebih dari 15 menit supaya roti tidak keras," ujarnya.

Pertanyaan demi pertanyaan terus mengalir membuat suasana demo kian
heboh dan hidup. "Kenapa, sih, donat bikinan saya kalau dimakan
seperti makan minyak?" tanya peserta. Wah, ternyata banyak penyebabnya
hingga donat menyerap banyak minyak. "Salah satunya, kebanyakan gula,"
kata Semy.

Gula yang terlalu banyak membuat donat cepat hangus. Nah, supaya tidak
hangus, otomatis api yang digunakan harus kecil hingga penggorengan
kian lama. Padahal makin lama donat digoreng, minyaknya makin
terserap. Fermentasi yang terlalu lama juga membuat donat terlalu
mengembang dan memperlama penggorengan.

Karena itu amat disarankan saat menggoreng donat menggunakan minyak
padat. Minyak ini akan segera membeku begitu donat tidak terlalu
panas. Hingga donat yang kita makan tidak seperti menelan sesendok
minyak. Minyak beku ini juga baik digunakan untuk menggoreng makanan
yang proses menggorengnya makan waktu.

Ada lagi sebuah pertanyaan yang tampak sepele, tetapi sering dialami
para pembuat roti dan selalu bikin kesal. "Danish yang saya buat
sering kali kulitnya terbuka kembali waktu dioven hingga isinya keluar
berhamburan," keluh seorang bapak yang juga hadir bersama para peserta
yang sebagian besar para wanita.

Dengan senang hati awak Sedap Sekejap memperagakan cara yang jitu
untuk menghindari terjadinya tragedi ini. Caranya ada dua, kata
mereka. Yang pertama tradisional, yakni menjepitnya dengan tusuk gigi.
Cara lain menutup pertemuan kulit dengan isi adonan hingga kulit
menjadi lengket dan tidak menganga. Tentu cara ini cuma bisa
diterapkan pada model lipatan tertentu.

REBUTAN PASTRY MARGARIN

Hebohnya peserta demo tak cuma terjadi di dalam ruangan. Ketika
istirahat, para peserta demo sibuk mengunjungi stan-stan Milkmaid yang
membagi-bagi susu, stan Elektrolux yang menawarkan kompor dengan api
cyclonenya, stan toko buku Gramedia yang menggelar aneka buku masar,
serta stan Sedap Sekejap sendiri.

Di stan majalah kita itu, para peserta rebutan membeli celemek cantik
Sedap Sekejap, pastry margarin, dan minyak beku untuk menggoreng
donat. Sebagian terpaksa keluar dari kerumunan dengan kesal karena
tidak kebagian pastry margarin. Namun, toh, cukup gembira karena bisa
menenteng celemek cantik bergambar sayur, buah, atau koki yang lucu.

Stan Milkmaid yang menawarkan susu secara cuma-cuma pun tak luput dari
serbuan. Ya, kapan lagi dapat susu yang lezat bergizi, sekaligus
gratis. Sementara di stan Electrolux, para pengunjung bisa menemui Roy
Marten dan istrinya, Anna Maria. Pasangan ini sempat mendemokan
masakan favorit mereka berdua dengan mempergunakan kompor Electrolux.

Stan toko buku menjadi tempat mencari majalah Sedap Sekejap
nomor-nomor lalu. Ya, namanya juga nomor lama, pasti jumlahnya
terbatas. Hingga sebagian peserta yang dulu tidak keburu membeli Sedap
Sekejap sejak nomor perdana, harus gigit jari sembari menggerutu.

BANJIR HADIAH

Acara kian meriah ketika pembawa acara, Defry dan Donner membagi-bagi
hadiah yang disediakan oleh Sedap Sekejap, MIlkmaid, dan Electrolux.
Tentu hadiah tidak dibagikan begitu saja. Mereka harus pandai-pandai
meniru dan mengikuti permainan yang diminta oleh pembawa acara. Salah
seorang peserta malah beruntung mendapat hadiah besar yakni sebuah
kompor dua mata dari elctrolux.

"Ya, sering-sering saja menggelar cooking show di Bandung. Jangan di
Jakarta melulu. Acara kayak gini, kan, bikin wawasan jadi luas," kata
serorang peserta.

Meski domo sudah usai, para pendemo masih diserbu pengunjung. Kecuali
menggali kepiawaian memasak dan membuat kue, mereka juga menyodorkan
tema-tema cooking show yang sebaiknya segera di gelar di Bandung.
Sudah tentu seperti Anda semua, harapan kami para awak Sedap Sekejap
sama saja. Cepat bertemu kembali dengan Anda semua. Tetapi sementara
itu sampai jumpa di cooking show berikutnya di Kota Hujan, Bogor yang
bakal digelar 9 Oktober mendatang!

sdp@Rika Eridani, foto-foto: Rynol Sarmond