Sedap Sekejap Edisi 9/I-Agustus 2000

, , No Comments
Kalau mau jajan enak di Yogyakarta & Kota Gede



Mau makan enak di Yogya dan sekitarnya? Gampang sekali. Kota ini punya segudang hidangan lezat yang mulai digelar dari pagi sampai malam hari. Yang tempatnya nyaman di dalam restoran ber-AC sampai yang lesehan di atas tikar. Anda tinggal memilih sesuai selera dan suasana hati Anda saat itu.

 

GEPLAK
Geplak boleh jadi merupakan oleh-oleh yang paling sering dibawa pengunjung. Dibuat dari parutan kelapa, gula, perasa, dan warna. Daerah pembuat geplak adalah Bantul. Konon Ny. Pawirodinomo yang pertama kali memperkenalkan geplak sejak tahun 1912. Sampai saat ini ia masih tinggal di kota Bantul, sekitar 15 kilometer dari Yogyakarta. Tokonya di Jl. Jend Sudirman No. 192 dikelola oleh putrinya, Ny. Suharti.

Geplak yang lain bisa Anda temukan di Jl. Wahid Hasyim, Bantul. Namanya Geplak Yu Tumpuk. Pemiliknya adalah Bpk. Ciptodiharjo yang meneruskan usaha Yu Tumpuk, sang istri yang kini sudah almarhum.

Geplak Yu Tumpuk sangat terkenal karena ia menyediakan rasa gula jawa. Beda dengan penjual geplak lainnya, Geplak Yu Tumpuk tetap mempergunakan besek (kotak dari anyaman bambu, Red.) untuk kemasannya. Tiap kilonya dijual seharga Rp. 7500. Selain gula jawa, di situ juga tersedia geplak rasa vanili, frambos, dan jeruk.

Dalam perluasan usahanya, Yu Tumpuk juga membuat rempeyek kacang tanah. Peyek ini sangat terkenal karena gurih, renyah, dan mumbul ke atas. "Padahal bentuknya tidak bagus. Saya heran juga kenapa orang-orang sangat menyukai," ujar Cipto di belakang tokonya.

Kedai yang sebentar lagi akan diteruskan oleh sang menantu, Kelik, belakangan ini sudah mulai memperluas usaha dengan menjual bakpia dan beberapa jenis kue basah.


BAKPIA
Siapa tak kenal bakpia Patuk? Bakpia khas Yogya ini bisa ditemui di mana-mana. Mereknya beragam. Mulai dari Bakpia Patuk 75, sampai 25, 55, dan 35. Tak kita sangka, awalnya bakpia cuma ditawari dari rumah ke rumah oleh sang pemilik, Ny. Lie Bok Sing. Saat itu tidak hanya bakpia yang dijual, tetapi karena banyak peminatnya, akhirnya ia mengkhususkan diri pada bakpia.

Karena tanpa bahan pengawet, bakpia Patuk 75 tidak dapat bertahan terlalu lama. Paling-paling hanya sekitar 3 hari saja.  "Sebaiknya kalau mau dibawa ke luar kota, diangin-anginkan dulu, jangan panas-panas langsung ditutup dan dibawa pergi," jelas Ny.Wenny, pengawas cabang Bakpia Patuk di jl. H.O.S. Cokroaminoto.

Saat ramai, produksi bakpia bisa mencapai 4 sampai 5 karung tepung terigu. Pembuatannya pun bisa lembur sampai pukul jam 7 malam. Di hari-hari biasa mereka hanya membutuhkan 2 karung tepung saja. Bakpia Patuk 75 hanya menyediakan bakpia isi kumbu/ kacang hijau yang diambil dari Blora.


PASAR BRINGHARJO
Bukan cuma batik yang ada di Pasar Bringharjo. Pasar yang letaknya di Jl. Malioboro ini juga menjual berbagai macam jajanan, makanan kecil, sampai buah tangan untuk yang di rumah. Di sini Anda bisa mencicipi pecel atau urap lezat. Pelengkapnya pun cukup komplet yakni tahu dan tempe bacem atau tempe gembus (tempe yang dibuat dari ampas tahu). Para penjaja pecel ini bisa ditemui di pelataran depan Pasar Bringharjo.

Selain membeli daster atau kain batik sebagai oleh-oleh, kita bisa membelikan teman atau kerabat gula jawa. Jangan salah lo, gula kelapa yang dijual per kilo sekitar Rp. 3000-an ini warnanya kuning keemasan. Ada pula gula aren yang terbuat dari nira pohon aren. Pembuat gula jawa terbaik dan paling terkenal di Yogya adalah dari Wates.

Ada juga penganan yang harus kita coba kalau mampir ke Bringharjo. Ada mendut, yaitu bulatan ketan diwarnai merah dan hijau disiram dengan kuah santan. Kalau mau yang lebih khas, pilih mega mendung, yaitu makanan kecil yang terbuat dari hunkue yang diwarnai biru dan putih. Jadi serupa dengan lapisan langit yang biru. Rasanya, jelas nikmat, deh!

 

JAJANAN DI KOTA GEDE 

Dahulu Kota Gede yang terletak di sebelah selatan Yogyakarta pernah menjadi ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Di daerah ini pun kita tak akan kekurangan makanan lezat. Beberapa di antaranya bisa jadi petunjuk untuk Anda.


KIPO
Makanan ini adalah khas Kotagede. Bentuk dan rasanya mirip kue bugis. Bahan dasarnya memang sama-sama tepung ketan dan unti kelapa. Tetapi kipo menjadi khas karena proses pembuatannya yang berbeda. Kue tidak dikukus seperti bugis, tetapi dibakar di atas wajan tanah liat. Hingga keharumannya jadi khas.

Salah satu penjual kipo adalah Ny. Endah yang meneruskan usaha mertuanya, Ibu Djito almarhum di Jl. Mondorakan No. 27.


YANGKO
Yangko adalah salah satu jenis oleh-oleh yang disukai. Selain rasanya enak, juga tahan lama. Kalau menginginkan yangko yang enak, mampirlah di toko Ngudi Roso Jl. Masjid Besar 1. Di toko inilah, kita bisa memperoleh yangko asli dengan merek Yangko Ibu Darto.

Saat ini yangko tampil dalam berbagai rasa. Ada rasa durian, stroberi, dan frambos. "Itu permintaan pasar, kok," jelas Pak Ketut, putra Ibu Darto, yang kini juga turut memproduksi yangko.

Industri yangko di Kota Gede masih merupakan industri rumah tangga."Saya hanya punya 2 tenaga untuk bisa memproduksi sekitar 300 dos dalam sehari. Bahkan untuk memotong dan mengemas, kita masih pakai tangan, lo," tambah Ketut bangga.


SATE KARANG
Sate karang bisa ditemui di wilayah Kota Gede di malam hari. Disebut Sate Karang karena lokasi penjualannya di Lapangan Karang, Kota Gede. Sate ini dibuat dari daging sapi yang dibumbui saus kacang lalu disajikan bersama lontong dan kuah lodeh. Unik dan lezat.

Di kedai ini tidak disediakan tempat duduk seperti pada umumnya. Para pembali duduk lesehan di atas tikar yang digelar di lapangan. Tentu saja, pantat kita agak terasa basah saat menduduki tikar, tapi begitu mulai menikmati satai dan wedang ronde, badan jadi terasa hangat.

Nah, kalau malam Minggu atau bulan purnama, sebaiknya kita datang sebelum pukul 7 malam. Kalau tidak, kita harus rela antre! "Minimal kita harus menyediakan 30 kilogram daging sapi, kalau pas ramai. Untuk ketupatnya dibutuhkan sekitar 20 kilogram beras," jelas Bpk.Prapto Hartono, penerus dan pemilik Sate Karang.

Jangan salah kira, lo. Sate Karang ini sudah terkenal sejak tahun 1948. Cuma saja saat itu masih dijual berkeliling oleh Pak Karyo Semito, ayah Prapto. Baru mulai tahun 1955, Karyo memutuskan menetap di Lapangan Karang.


JAJAN PASAR
Masih ada jajanan khas lain dari Kota Gede yakni Legomoro. Penganan yang terbuat dari beras ketan dan diisi daging yang dicacah ini sebenarnya serupa dengan lemper yang dibungkus daun pisang dan dikukus. Bedanya dengan lemper, setelah dibungkus daun, masih diikat tali bambu. Soal rasa, tidak jauh dengan lemper.

Ada juga lo, wajik dan sagon ala Kota Gede. Rasanya serupa dengan wajik dan sagon yang sudah kita kenal selama ini dengan penyajian berbeda. Kalau selama ini kita mengenal wajik yang diiris berbentuk kotak-kotak, di Kota Gede, kedua makanan ini dicetak bundar berdiameter 10 cm, dan dialasi daun pisang.

sdp @Rika Eridani, foto-foto: Rika

0 comments: