Sedap Sekejap Edisi 11/I-Oktober 2000

, , No Comments
Jajanan-jajanan Solo Yang Bikin Lupa Diri

Dari segi daerah pariwisata, boleh jadi Solo kurang dikenal. Tetapi, toh, orang yang datang mengunjungi kota Bengawan Solo ini tidak sedikit jumlahnya. Sebagian datang untuk mencari batik. Sebagian lain untuk menikmati jajanannya yang aduhai lezatnya. Enaknya pula jenisnya luar biasa jumlahnya. Hingga membuat kita lupa diri. Jangan kaget bila baru tinggal 3 hari saja di Solo, bobot tubuh Anda sudah naik 3 kilogram pula.

 

DAWET
Menikmati Dawet di cuaca panas memang enak sekali. Nah, kalau kebetulan sedang mampir ke Pasar Gede Solo (sekarang pindah di samping Gladak, karena pasar lama sedang direnovasi dari musibah kebakaran, Red.), jangan lupa cicipi Dawet asal Solo. Dawet atau cendol dari Solo ini terbuat dari pati aren, atau disebut pula sebagai onggok. Air dawetnya pun berwarna putih bukan kecokelatan karena guyuran sirup gula kelapa.

Isi dawetnya selain cendol, biasanya diberi selasih dan pacar cina. Sebagai pemanisnya, sirup gula kelapa. Untuk mendapatkan kesegaran Dawet tadi, kita hanya perlu merogoh kantong sebanyak Rp. 1000 rupiah saja.

GEMPOL PLERET
Minuman segar ini sekarang sudah mulai susah dijumpai. Hanya di tempat-tempat tertentu gempol pleret yang manis-manis gurih ini baru bisa ditemui. Salah satunya, di depan Toko Abon Varia, di kawasan Coyudan. Gempol pleret terdiri dari bulatan-bulatan tepung beras seukuran ibu jari orang dewasa. Bulatan ini lantas diguyur dengan kuah santan, dan dikucuri gula kelapa cair. Rasanya? Wah, sedap sekali, apalagi dinikmati di pinggir jalan sambil berdiri.

SERABI NOTOSUMAN
Pergi jalan-jalan ke Solo, jangan lupa mencicipi serabi. Bedanya dengan serabi yang sudah kita kenal, serabi khas Solo tidak dimakan bersama saus santan manis. Tetapi rasanya memang sudah manis. Salah satu penjual serabi ternama di kota Solo adalah Serabi Notosuman. Letaknya di Jl. Mr. Moh. Yamin.

Awalnya di tahun 1920-an, pasangan Hoo Gieng Hok 1920-an memulai usaha serabi di Notosuman. Usaha ini ternyata berkembang, sampai-sampai bisa diwariskan kepada anak cucu. Makin terkenal lagi pada masa Ibu Margo Utomo. Karena serabinya yang kondang itu, beliau pernah di-booking oleh Bung Karno. Ibu Margo Utomo tidak boleh menjual serabinya selama sehari ke masyarakat. Dari membuat biangnya pertama jam 9 pagi sampai membuat serabi terakhir dijaga terus oleh tentara.

Saat ini usaha keluarga diteruskan oleh putra-putri Ibu Margo Utomo. Di Solo sendiri terdapat dua toko Serabi Notosuman. Keduanya dikelola oleh dua orang putri Ibu Margo, yaitu Ny. Handayani dan adiknya, Ny. Lidya. "Kedua toko ini saling mendukung, kok, tidak saling bersaingan," ujar Lidya kepada Sedap Sekejap. "Soalnya kalau salah satu dari toko kita bahannya habis, kita bisa back up. Hingga nyaris tak ada sisa adonan," lanjutnya lagi.

Serabi favorit kota Solo ini dalam sehari di satu toko bisa menghabiskan 20 kg beras. "Belum lagi kalau ada tambahan pesanan. Bisa lebih dari itu. Di hari libur, Sabtu, atau Minggu pesanan juga banyak," ujar Lidya sambil tersenyum. Tak heran kalau ingin mendapat serabi, kita memang harus pagi-pagi sekali datang memesan. Terlambat sedikit, bisa-bisa gagal membawa serabi. "Sebenarnya kita mulai siapkan bahan dari pukul 2 dini hari. Ke toko sekitar jam 2.30. Tapi herannya ada saja yang datang jam segitu, lo," kata Lidya.

Kalau sedang banyak pesanan, bisa saja kita yang datang pukul 5.00 baru bisa dilayani pukul 7.00. Di hari biasa memang kita bisa datang sedikit lebih siang, tetapi tetap tidak bisa lebih dari pukul 10.00.

Biarpun ada 2 toko, tapi pengaduk adonannya cuma satu, lo! "Kita masih satu resep. Bahan-bahannya sama. Cuma tempat jualannya saja beda. Begitu juga yang di Yogya. Biarpun pengaduknya beda, tapi bahan dan resep masih sama. Jadi dari segi rasa tak ada perbedaan."

OLEH-OLEH KHAS SOLO
Tidak perlu bingung memilih buah tangan bila datang dari Solo. Di kota ini tersedia segudang pilihan. Dari toko kue modern macam Toko Orion tersedia kue dan roti. Salah satunya yang terkenal adalah sus kering dan lapis Surabaya. Tempatnya di Jl. Urip Sumoharjo.

Sementara di Pasar Klewer, pusat batik Solo, kita bisa menjumpai berbagai penganan khas Solo. Dari ampyang kacang, sampai intip goreng. Yang paling unik adalah intip goreng, karena bahan bakunya dari kerak nasi yang dijemur, lalu digoreng baru dikucuri gula kelapa cair.

Tempat yang lain adalah Pasar Jongke. Kalau ke tempat ini terlalu jauh, pilihan lainnya adalah Jl. Coyudan. Di sana ada sebuah toko oleh-oleh yang terkenal, Toko Varia. Di samping menjual berbagai oleh-oleh, kue basah tradisionalnya seperti sosis Solo dan Semar Mendhem dikenal enak. Selain itu Toko Varia kondang dengan abonnya. Jenisnya pun bermacam-macam ada ayam dan sapi, dengan rasa manis atau pedas.

Bagi yang suka berkunjung ke pasar tradisional, jangan lupa mampir ke Pasar Gede. Sayang sekali Pasar Gede lama habis terbakar. Walaupun pindah sementara, tapi masih ada oleh-oleh khas yang dijual di sana. Salah satunya jeruk Tawangmangu. Di Pasar Gede ada pula penjual karak (kerupuk nasi) mentah. Pas sekali untuk oleh-oleh. Kalau ingin memberi oleh-oleh yang bisa langsung dinikmati, kita bisa pilih usus goreng atau kulit ayam goreng. Jangan salah, lo, gorengan usus dan kulit ini sangat kering dan renyah. Jadi pasti awet dan cocok untuk oleh-oleh.

TIMLO
Makanan satu ini jangan tidak diicipi. Rasanya belumlah sampai Solo kalau belum mencoba yang namanya Timlo ini. Sajian yang berupa potongan hati dan ampla ayam ditambah irisan sosis Solo dan telur pindang manis disiram kuah kaldu bening yang segar ini memang banyak ditemukan. Tapi yang paling banyak penggemarnya adalah Timlo Solo di Jl. Urip Sumoharjo dan satu warung Timlo Sastro di belakang Pasar Gede lama,tepatnya di daerah Ketandan. Biasanya Timlo dinikmati bersama nasi putih yang ditaburi bawang goreng.

Untuk warung Timlo Jl. Ketandan, kita hanya bisa mendapatkannya selama pagi hingga siang hari saja. Sedangkan untuk Timlo Solo Jl. Urip Sumoharjo bisa dinikmati kapan saja. Uniknya, penjual Timlo Sastro, dalam menghitung makanan yang kita santap tidak mempergunakan kertas nota seperti yang kita kenal. Kita hanya menyebutkan makanan dan minuman yang kita santap, lalu sang penjual menghitung dengan sabak (serupa papan tulis kecil, Red.).

sdp@Rika Eridani, foto-foto: Rika

0 comments: