Angin sore menguarkan kantuk
Memberati bola mataku yang berusaha terus terjaga
Laptop terbuka di pangkuanku seakan tak mampu sirnakan kuap sore itu
Tawa ceria gadis-gadis kecil di sekitarku makin membuatku makin merana
Aroma wangi mandi sore anak-anak beranjak remaja, makin menyulitkan otakku menerima oksigen murni
Wahai sang kantuk, ku mohon enyah dari hadapku
Presentasi sore masih menantiku
Alihkan goda sang kantuk dengan mengingat kekasih hati makin membuatku lena
Memori kelonan hangat pastikan aku benar-benar hanyut
Hanyut akan rayuan sang kantuk yang tak mau ditawar
Segelas frappucinno double caramel less ice benar tak mampu aku tawarkan pada sang lena
Hirupan dalam-dalam aroma kopi makin membuatku tenang
Setenang nafas bayi tidur dalam buaian
Canda sobat jejaring dunia maya tak sanggup menahan laju kantukku
Teriakan musisi kenamaan dalam telingaku makin menarik diriku ke alam mimpi
Kepalaku makin berat dan berat
Berat, hingga tak mampu lagi leherku menjaganya
Haruskah sore ini aku kalah dalam pertempuran ini?


Rumah Sinta, Sunter Jaya, 8 Oktober 2005

Lagi nunggu buat ketemu calon investor
Ring-ring
Waiting your phonecall

Ring-ring
Waiting your whisper

Ring-ring
Waiting your laugh

Ring-ring
Waiting your magic words

Ring-ring
Waiting your dinner invite

Ring-ring
Waiting your cuddle up

Ring-ring
Nothing

Rumah Sinta, Sunter Jaya, 8 Oktober 2005
This story tells about Eka
Ngantuk
Lelah
Lapar
Dahaga
Ini cuma puasa fisik
Gimana kalau puasa enggak pernah ada buka puasa
Yang ada cuma sahur belaka dengan apa yang ada
Sebaiknya kita juga puasa hati
Jangan karena bulan puasa jadi baik hati
Jangan karena ramadhan lantas menggelar sajadah
Jangan karena bulan penuh ampunan banyak bersedekah
Berlaku seperti ini tiap saat tanpa harus menunggu bulan penuh berkah

Rumah Sinta, Sunter Jaya, 8 Oktober 2005

Lagi puasa, nunggu, dan ngantuk.
Luka di bening matamu, membuatku bahagia
Tangis di nada suaramu, membuatku ingin meledak
Hampa di pelukmu, membuatku ingin merengkuhmu
Aku tahu, aku cinta kamu

Rumah Sinta, Sunter Jaya, 8 Oktober 2005

This one also for @rie
Inspired (again) her dalphin

Bayangmu hantui malamku
Bayangmu cumbui nafasku
Bayangmu menghentak sukmaku
Mengajak nikmati tepian asmara
Detak jantungku tak beratur kenang kerling nakal narasimu
Wahai pemuda nakal,
Bilakah enyah dari pikirku?

Harum Dana Sekuritas, Menteng Raya 62, 8 Oktober 2005

Re-write from deepest thought.
Story about friend’s love affair.


Aku sungguh menggilaimu
Aku sungguh menginginkanmu
Aku sungguh ingin memilikimu
Aku sungguh mau menemanimu
Aku sungguh mencintaimu

Tapi aku silau akan sinarmu
Silau dengan kebeninganmu
Silau dengan keindahanmu

Hingga aku tak mau menyentuhmu
Tak mau memilikimu
Hingga aku selalu menyakitimu
Untuk mengusirmu

Tapi kilaumu selalu menerangi
Kilaumu membawaku kembali
Kilaumu selalu berada di sisiku


Harum Dana Sekuritas, Menteng Raya 62, 8 Oktober 2005

This poem create to @rie
Inspired from her love story

Sudah 2 minggu belakangan ini klakson mobil tercinta mogok total. Sebelumnya klakson ini masih bisa bersuara, tapi bunyinya tergantung mood si Merah. Mood? Iya, mood. Macem kita ajalah manusia. Kalau menurut si Merah pengen bunyi, ya tanpa usaha mencet klason keras-keras, pasti bisa berbunyi dengan mulus seakan engak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Biasanya mood begini timbul pada saat memang aku memerlukan suara klakson. Misalnya ada motor nyaris nyerempet atau ada orang nyeberang sembarangan. Nah, mood bunyi klakson ini enggak akan timbul pada keadaan ‘biasa-biasa aja’, misalnya terjebak di belakang mikrolet/ metromini yang sedang ngetem cari penumpang, atau lagi kebut-kebutan dan nyuruh minggir mobil lain yang dianggap nutupin jalan.

Karena 2 minggu lalu si Merah harus check 35.000, otomatis dia diperiksa seluruh fisik. Salah satu yang aku komplain ke bengkel adalah kesulitan dengan klakson yang acuh-acuh butuh ini. Periksa punya periksa, waktu untuk service mesin enggak selama nge-check kesehatan si klakson. Akhirnya pihak bengkel angkat tangan dan mengusulkan untuk klaim horn si Merah sebagai barang cacat produksi. “Tapi harus nunggu sekitar 2 mingguan, ya Mbak. Ini enggak bener, harus diganti yang baru dan Mbak enggak perlu bayar, ini kesalahan pabrik,” ujar Mas Faturrochman dari bengkel Asco Bekasi Timur. Iya deh, ketimbang enggak bisa pakai klakson saat sedang memang dibutuhkan, ngalah aja deh.

Keluar dari bengkel, klakson masih bisa bunyi, tapi masuk Jakarta tiba-tiba klakson mati sendiri sampai sekarang. Huhuhu… jadi bisu sudah si Merah. Udah enggak bisa teriak-teriak lagi kalau protes sama pengendara motor yang ugal-ugalan. Hikmah yang aku dapat dari kebisuan ini adalah membuat jadi lebih sabar dan cermat. Kalau terjebak di ‘antrian’ mikrolet ya diem aja. Pasrah. Tapi kalau bisa sebelumnya ya menghindar dong. Tapi paling enggak belajar enggak menggantungkan diri sama klakson, kalau nanti dapat kerja di abroad (lagi) udah biasa enggak main klakson. Hehehe…

p.s.: btw, kabar klaksonku kok belum ada ya? Padahal janjinya 2 minggu. Hiks… L

Harum Dana Sekuritas, Menteng Raya 62, 8 Oktober 2005