mual-mual rasanya melihat tayangan eksklusif dari SCTV mengenai acara siksaan di balik tembok SPDN. kayak abis naik roller coaster 7 kali bolak-balik.
matanya berkunang-kunang.

menurut beberapa orang yang mengaku mengetahui keadaan sebenarnya di STPDN, tayangan tersebut tidak berimbang, karena pada akhir acara penyiksaan tadi, para senior-junior kumpul-kumpul bareng dan ketawa-ketawa. oh yeah?

mungkin pendapat gue tak berimbang. lebih banyak empati kepada para korban, alias anak-anak yunior di STPDN. artinya gue ber-empati kepada para senior yang nota bene dulunya pernah menjadi yunior juga dan mengalami penyiksaan juga, dong? ....

weks. sebenarnya apa yang terjadi di dalam kebiasaan-kebiasaan di STPDN adalah telah berakar dari angkatan doeloe sampai hari ini. penyakitnya udah dari dulu!
entah siapa yang memulai. enggak jelas. gelap. yang jelas para petinggi di STPDN maupun pejabat pemerintahan yang ada sangkut pautnya dengan 'pabrik' pamong praja sak Indonesia ini kelihatanya setengah mencak-mencak. dan kebakaran jenggot. bau kotoran yang selama ini ditutup-tutupi belakangan tercium juga.
ada yang protes nyinyir ke sana kemari mempersalahkan pihak SCTV yang dengan berani sudah menayangkan video tersebut. ada pula yang mencoba beradu argumentasi yang terlihat malah debat kusir mempertahankan pendapatnya mengenai pro-kontra dibubarkannya STPDN karena ketahuan belangnya sebagai 'sekolah penyiksaan'.

kita, lebih tepatnya gue, sebagai warganegara Indonesia (bayar pajak artinya ikut biayai mereka juga, kan?), sebagai masyarakat penonton televisi di Indonesia, sebagai manusia yang memiliki perasaan, awalnya cuek, karena sudah sehari-hari disuguhi tontonan kekerasan lewat layar televisi.
tapi akhirnya sadar juga, karena ini adalah fakta (sori, gue anggap hal ini adalah kenyataan sehari-hari di STPDN). oh God, bisa bantu apa? ini bukan korban perang Aceh atau korban tanah longsor yang bisa kita bantu lewat berbagai dompet peduli.
mau di bawa kemana negeri gemah ripah loh jinawi (katanya) ini??? mau cari adil lewat adu jotos?

man, ceritanya mereka yang bersekolah di STPDN (sekolah tinggi pemerintahan dalam negeri) nantinya setelah lulus (atau lolos? :-p) bakalan jadi pemimpin formal di masyarakat. biasanya sih jadi camat-lurah gitu lah.
enggak kebayang deh punya pimpinan yang dekat dengan masyarakat tapi tingkah lakunya waktu masih jadi anak sekolahan polahnya sedemikian rupa. marah-marah main tangan.
serem....

belum lagi kalau mereka berhasil meniti karir dan menjadi orang yang berada. ya minimal punya mobil keluaran baru. nanti nyetir di jalanan kayak punya nenek sendiri.
wawut-wawutan. enggak mau ngalah, lampu merah tancap aja. ditegur, marah. ngajak adu tinju.

hehe...
auk ah gelap.
mending cabs aja dari sokin :-p
setidaknya gue punya kesadaran, nanti kalau punya anak jangan dididik dengan kekerasan. apapun alasannya. ajak ngomong aja.
memaku batang kayu lebih mudah ketimbang nyabut. yang ada berbekas dan gak gampang ilang bekas pakunya.
JADI SELEBRITI

tadi pagi gue nge-drop suami di tempat omprengan. hari ini gue enggak ngantor. lagi pengen di rumah. selepas cup-cup-muah sama suami, beli lauk (lagi males masak juga:-p), then home.

eh, tiba-tiba di depan jalan masuk perumahan tempat kami tinggal yang selalu penuh dengan tukang becak dan tukang ojek, ada lambaian tangan. da-da. si tukang becak langganan yang mangkal depan rumah. dengan senyumnya yang tulus dan lumayan manis itu dia melambai ke arah gue. ya gue balas aja dengan lambaian tangan dan senyuman. menengok ke kanan, ada si Unang, temer 58 sekaligus Polisi Cepek BSK shift kedua. senyum lagi dan da-da lagi :-).



di depan jalan gue ada sebarisan tukang ojek yang memandangi gue dengan takjub (atau takzim?). di wajah mereka ada tulisan: "siapa sih ibu-ibu ini? lambai sana, lambai sini..."

hahaha... rasanya kok jadi selebriti. enggak perlu kebanyakan bacot sana-sini enggak jelas ngasih statemen tertentu. tanpa perlu dandan menor dan meng-hair extension. tak usah kawin cerai enggak jelas sama siapa. pagi ini gue blessed banget. diberi senyuman tulus dari 'fans'.

bener-bener serasa selebriti.

dan gue bangga, bisa kenal sama tukang becak yang banyak senyum itu dan si Unang yang mau menyeberangkan jalan saat gue enggak bawa mobil. sama Pak Slamet tukang sayur, Pak Ali penjual bakso bening yang enak itu. sampai Aguslan pengecer majalah di Jakasampurna.
rasa bangga itu justru enggak tampil, pada saat hidup gue masih berdekatan dengan manusia-manusia berlabel selebriti itu. biasa aja rasanya bisa foto sama Dewa (d/h Dewa 19) walaupun ada setitik kesombongan bisa punya foto bareng dan semua record mereka ditandatangani langsung. rasanya datar bisa naik BMW merahnya Denada dan dia sendiri yang nyupirin Jakarta-Puncak-Jakarta. malah terbersit dalam hati, malah gue kayak jongos mereka aja. karena mereka akan baik pada saat mereka menginginkan kehidupan selebriti-nya terekspos dalam keadaan tak bercela.

bahkan pembantu gue-pun masih bisa hidup kayak yang punya rumah sendiri, ketimbang gue yang 'sekedar' jadi wartawan hiburan. celingak-celinguk di tengah gempita pesta ria kaum selebriti. hahaha... atau jangan-jangan memang enggak cocok jadi selebriti ya?


bsk, 18/9/03
postingnya udah pake IE di Win2000 lagi :-))


udah lama banget enggak nulis di blog.
alasannya sibuk.
ngurusin tagihan.
ngirim barang.
pergi ke klien.
ngurus rumah.
kadang masak.
main game kompie.
online.
check e-mail.
nulis e-mail buat bro di Nantes.
browsing ke situs-situs ajaib.
jalan ke mal.
makan di luar.
belanja rutin.
weekend sama suami.
marah-marah.
nyanyi.
tidur.
ngurusin yang sakit.
baca buku-buku bagus.
baca Kompas.
telepon temen/ ortu.
ke rumah ortu/ mertua.
ada yang ultah.
beli kado.
arisan.
pengen sendiri.
makanya enggak sempet nulis di blog.

BSK, 18/9/03
posting pakai Konqueror di atas Linux Knoppix di rumah :-))