, , No Comments

tadi kulihat

tadi pagi seorang tukang ketupat sayur antre telpon umum.
kangen sama kerabat, katanya.
siapa tahu ada kerjaan yang lebih menjanjikan ketimbang ini, ujarnya sambil melirik pikulan tempat ia bergantung nasib.

siang tadi seorang pembantu rumah tangga masuk ke bilik wartel.
pengen ngobrol sama teman dari desa, ucapnya.
kali aja di tempat dia kerja ada lowongan dan gajinya lebih baik, cibirnya sambil membuang dagunya ke arah rumah majikannya, tempat ia memeras keringat demi uang sekolah adik-adiknya.

sore datang seorang remaja menaikkan kaki ke atas sofa empuk di rumah orang tuanya yang sejuk berpendingin udara sambil bicara lewat wireless phone.
lagi ngelaba, nih. gue dapet gebetan baru, anak kampus lain. dikenalin temen. kayaknya berprospek dijadiin pacar baru. kikiknya sambil merancang bagaimana caranya memutuskan pacar lama.

petang menjelang, seorang ibu muda sedang berjalan-jalan di pertokoan mewah sambil menggenggam SL50 terkekeh lembut.
iya jeng, harga berlian ikut-ikutan naik, keluhnya. sembari matanya menerawang mengingat-ingat koleksi berliannya di safe deposit box.

malam bergayut, seorang eksekutif muda mengendarai sedan Eropa seri 7 terbahak-bahak lewat N7650.
kemana aja lo? tgif, nih. jalan, ya? kita ketemuan di sana. pokoknya abis dari sana kita cari tempat lain yang lebih asyik, deh, ajaknya sambil membayangkan keriuhan dunia malam pelepas stres-nya.


moral of the story:
petani cabe di kampung butuh telpon sebagai alat pemasaran bagi produknya, demikian iklan layanan masyarakat buatan Telkom yang terpampang separuh halaman media massa nasional. oleh karena itu tarif telpon perlu dinaikkan.
betul tidak?! (baca dengan pelafalan Aa Gym)

Jakarta 17/01/2003

0 comments: